NYATANYA.COM, Bantul – Tidak kurang 27 lukisan dan 1 patung dari 17 Perupa yang pernah mengisi acara Pendapa Kang Tejo menggelar pameran bersama dalam Pameran Reunion #2 bertajuk Sandyakala Ning Nagari.
Pameran digelar di Kopi Macan Bugisan Yogyakarta selama 9 hari sejak Sabtu 11 Februari 2023 hingga Minggu 19 Februari 2023.
Koordinator pameran Watie Respati menjelaskan, pameran bersama ini semata untuk menjalin silaturahim para seniman yang pernah diundang dalam acara Pendapa Kang Tejo TVRI Yogyakarta.
Pameran pertama berlangsung tahun 2022 di TVRI Yogyakarta dengan peserta tidak kurang 25 perupa.
“Karena banyak perupa yang memiliki agenda pribadi, sehingga untuk pameran kali ini hanya menyertakan 17 Perupa,” tutur Watie Respati yang dijuluki Srikandi Pameran Yogya.
Dijelaskan dia, dari 17 perupa nyaris semuanya adalah seniman lukis senior yang memiliki rekam jejak karya sedemikian luar biasa di jagad berkesenian nasional maupun internasional.
Ada nama Afrial Arshad Hakim, Godod Sutejo, Cun Ebeg Mayong, Ansori Mozaik, Indarin, Ida Ratnaningrum, Kawit Tristanto, Mangkok Sugiyanto, Nanang Sato, Nurata.
Juna R. Abbas Jasa, Subandi Giyanto, Subroto SM, Suhardi, Sumiyati Herman, Watie Respati dan Yusman, merupakan deretan nama yang memiliki rekam jejak berkarya luar biasa.
Menurut Watie pameran yang pembukaannya dilakukan oleh Kepala Bappeda Bantul Ir. Fenty Yusdayati. M.T. ini memiliki makna kebersamaan bagi tradisi berpameran para perupa yang sudah memiliki usia senja, tetap masih tetap bersemangat untuk terus berkarya.
“Sebagai generasi yang lebih muda, kiranya ini merupakan kesempatan juga untuk belajar dan memberikan fasilitas ruang bagi para senior,” tandas Watie.
Sementara itu penulis katalog Dr. Drs. Hadjar Pamadhi, M.A. Hons, disela pembukaan pameran mengungkapkan, tema pameran Syandakala Ning Nagari merujuk pada pemaknaan pertemuan atau perubahan waktu, yaitu sore menuju malam hari.
Dalam bahasa sansekerta terkait dengan istilah swastamita memiliki makna senja.
“Kata Sandyakala dimaknai pergantian waktu atau peralihan kekuatan baik dan buruk, terang-gelap dan senja adalah menjelang malam”, urai Hadjar.
Dalam mitologinya, Sandyakala dimaknai senja yang menghadirkan warna jingga, merah dan violet yang merupakan tatawarna atau adiwarna indah segabai estetika langit.
Bila dikaitkan dengan Negari dalam hal ini politik kekuasaan, Sandyakala bisa jadi memiliki penanda adanya perubahan masa pemerintahan, bila hal ini dikaitkan dengan tahun politik saat ini.
“Namun dalam pameran saat ini, Sandyakala itu menjadi ekspresi estetik yang disuguhkan oleh para seniman lewat eskpresif estetiknya.”
“Karya karya yang dipamerkan merupakan interpretasi terhadap senja politik, sosial, budaya, mau pun pribadi perupa dalam memahami pergantian masa ini,” tandas Hadjar.
Obyek estetika digarap adalah perubahan, sehingga sebagian mengangkat obyek material berupa tata Surya, perangai manusia maupun sosial.
Sedangkan obyek formal mengangkat pikiran dan perasaan terhadap dampak sosial budaya kepemerintahan serta imajinasi sesuai dengan gagasannya. (N3)