NYATANYA.COM, Yogyakarta – Kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor oleh sejumlah oknum debt collector (DC) karena tunggakan cicilan terus berulang. Tidak sedikit kasus yang berujung kericuhan hingga bentrokan antarkelompok. Hal ini seperti yang terjadi dan menimpa korban Tiara (22) warga Pengok, Yogya, Sabtu (4/12/2021) sekitar pukul 13.00 wib.
Korban yang saat itu tengah dalam perjalanan pulang dari kerja dengan mengendarai motor jenis Honda Beat Nopol AB 6497 XJ melintas di Jalan Affandi, Karanggayam, Caturtunggal, Depok, Sleman tiba-tiba dihentikan oleh sekelompok orang yang sekaligus meminta paksa agar korban menyerahkan kendaraan motornya, karena telah menunggak angsuran.
Namun demikian, korban enggan menyerahkan motornya dan menanyakkan surat tugas dari sekelompok orang tersebut. Bukannya menunjukkan surat tugas dari perusahaan leasing, sebaliknya para pelaku tetap meminta paksa agar korban menyerahkan motornya. Karena ketakutan, korban pun lantas menghubungi Yusup (45) ayahnya.
Tak selang lama ayah korban datang ke lokasi bersama beberapa rekannya guna melakukan negosiasi kepada para DC. Namun dalam perundingan tersebut tidak menemui kata sepakat, sehingga terjadi penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok oknum DC terhadap rekan-rekan ayah korban.
Dari peristiwa tersebut mengakibatkan jatuhnya 3 korban luka-luka dari rekan-rekan ayah korban masing-masing menimpa M Iqbal warga Pemalang, Jateng mengalami tulang tangan retak akibat dihantam besi, Kojek warga Madiun, Jatim mengalami bocor dan luka di kepala serta Andian Hariyanta warga Moyudan, Sleman mengalami luka bacok di kepala.
Usai menjalani pengobatan, seluruh korban didampingi Kuasa Hukumnya Sindung Prajaka SH langsung mendatangi Polda DIY guna melaporkan peristiwa perampasan, penganiayaan disertai pengeroyokan.
Dalam keterangannya kepada awak media, Kuasa Hukum korban menyampaikan, bahwa aksi-aksi premanisme dan bar-bar kembali marak di Yogyakarta. Arogansi dikedepankan guna menunjukkan eksistensinya di daerah yang mayoritas masyarakatnya sangat kental dengan budaya santun, toleransi, mengedepankan komunikasi dan silaturahmi.
“Dengan kejadian hari ini yang menimpa korban Tiara berikut rekan-rekan ayahnya yang hendak membantu korban justru mengalami penganiayaan disertai pengeroyokan dari para pelaku (DC) yang berjumlah lebih dari 30 orang. Seluruh pelaku menggunakan senjata tajam berupa parang dan benda-benda tumpul lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dari peristiwa itu mereka (pelaku) telah mempersiapkan diri,” terang Kuasa Hukum korban.
Dirinya juga sangat menyayangkan tindakan para pelaku oknum (DC) yang sudah berlaku beringas dan brutal sehingga mengakibatkan beberapa orang mengalami luka serius.
“Perusahaan leasing kerap menggunakan pihak ketiga, yaitu jasa penagihan profesional atau debt collector untuk melakukan penagihan. Praktiknya, para debt collector tidak jarang mengabaikan norma dengan melakukan tindakan paksa, tidak menunjukkan bukti dan dokumen resmi, menyerang diri pribadi, kehormatan, harkat dan martabat, hingga mengancam membunuh,” imbuhnya.
Padahal, lanjut Kuasa Hukum korban tindakan mengambil paksa kendaraan merupakan tindak pidana karena debt collector tidak mempunyai wewenang untuk melakukan penarikan – penyitaan sepihak. Pelaku berpotensi dijerat pasal 378 dan/atau pasal 365 KUHP. Pasal 378 KUHP mengatur “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Sementara Pasal 365 KUHP mengatur pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan masalah, perusahaan leasing dapat melakukan tindakan persuasif dengan datang secara baik-baik ke debitur serta melakukan upaya negosiasi. Harapannya, pihak debitur sukarela menyerahkan objek sehingga tidak menimbulkan masalah baru.
“Dengan kondisi seperti ini, kami atau bahan seluruh masyarakat Yogyakarta sangat prihatin. Kearifan lokal Yogyakarta dikoyak-koyak oleh tindakan-tindakan premanisme jalanan, bahkan dilakukan oleh orang-orang dari luar Yogyakarta. Kami berharap pihak kepolisian segera dapat menangkap seluruh pelaku untuk diproses hukum dan segera bertindak menyetop aksi-aksi premanisme di Yogyakarta. (N2)