Home / Panggung

Jumat, 25 Februari 2022 - 10:11 WIB

Art Exhibition: Well Done, Tampilkan 3 Perempuan Pelukis Beda Gaya

Menembus batas cahaya, Watie Respati - 
2022,
 (1,5 m x 2 m).

Menembus batas cahaya, Watie Respati - 2022, (1,5 m x 2 m).

NYATANYA.COM, Bantul – Tiga perempuan pelukis menggelar karya lukis terbaiknya di galeri IndieArt House, Tirto Nirmolo Kasihan Bantul pada 26 Februari sampai 9 Maret 2022.

Ada 15 lukisan yang dipamerkan yang masing-masing memiliki gaya dan konsep yang berbeda. Lukisan-lukisan itu karya Erica Hestu Wahyuni, Watie Respati, dan Lully Tutus.

Dalam kegiatan Art Exhibition bertajuk “Well Done”, ada hal menarik dari tampilnya trio perempuan pelukis Jogja itu. Mereka mendapat apresiasi dari kurator senirupa nasional, Mikke Susanto.

Dosen senior Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini menilai bahwa mereka orang-orang “berharga”.

“Erica multifokus, Watie multiefek, Lully multidimensi,” ujar Mikke dalam buku katalog Art Exhibition: Well Done.

Menurut Mikke bahwa Erica, Watie, dan Lully Tutus. Ketiganya memiliki gaya lukisan yang berbeda. Selain itu, memiliki konsep melukis yang jelas tidak memungkinkan masuk ke dalam wadah yang sama.

Ketiganya memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Jika tak salah duga, mereka bertiga tentu mengerami masalah dan gaya hidup yang berbeda-beda pula.

Dalam pandangan Mikke, gaya lukisan Erica dekoratif naïve yang memiliki pengertian bahwa unsur visual yang dibangun merupakan bagian dari upaya untuk menghias ruang secara dominan.

Dalam lukisannya tidak menampakkan adanya volume objek dan perspektif. Semua objek dilukiskan secara datar dan tampil sebagai titik fokus.

Baca juga   Tampil di UMBY, Atmojo Tak Beban Lantunkan Lagunya Sheila on 7

“Lebih tepatnya multifokus. Artinya Erica sering membagi kanvasnya dalam kotak-kotak bernarasi. Secara khusus pula pikiran Erica memakai cara pandang atau pendekatan visualisasi anak-anak. Kanvas diperlakukan olehnya sebagai ‘taman bermain’. Pada sisi lainnya, Erica sangat bersemangat melukis untuk meniadakan ruang kosong,” ujarnya.

Sunyi yang terberkati, Watie Respati -  2022, (90 x 100 cm).
Sunyi yang terberkati, Watie Respati – 2022, (90 x 100 cm).

Watie Respati lain lagi. Ia lebih menekankan gaya Abstraksi (meskipun sesekali gaya realistiknya terkadang mengedepan). Istilah Abstraksi sesungguhnya masih membingungkan, dan sering digunakan secara salah kaprah.

Secara ketat ‘abstraksi’ adalah upaya menyederhanakan sebuah objek dan masih berkenaan dengan unsur dasar objek.

Banyak karya-karya seni non-Barat disebut abstrak, sebagai sebuah bentuk representasi tubuh manusia dan binatang.

Kalau dilihat lebih jauh, gaya Abstraksi memiliki beberapa arti: proses atau perbuatan memisahkan detil objek melalui warna, garis dan tekstur, dan metode untuk mendapatkan pengertian melalui penyaringan terhadap gejala atau peristiwa.

Dalam seni rupa, proses ini kerap menjadi jalan untuk menangkap secara sederhana dari sebuah objek/ peristiwa/gejala.

“Demikianlah lebih kurang menjelaskan lukisan-lukisan Watie yang kaya warna, kaya goresan dan tentu menjadi kaya akan eksplorasi makna,” tambah Mikke.

Sedang karya Lully Tutus, menurut Mikke, lukisan-lukisannya bergaya dekoratif naïve. Dekat dengan gaya Erica. Yang membedakan adalah cara ia membentuk world view.

Baca juga   Perempuan Pelukis "Lintas Batas Komunitas" Gelar Pameran di Taman Budaya Yogyakarta

Pikiran Lully tetap memandang dunia kebanyakan dengan pikiran manusia dewasa. Karya lukisannya jelas meniadalan volume objek, namun masih memiliki perspektif.

Gambaran objek hidup seperti manusia dan hewan dikerjakan secara anatomis. Seolah-olah dunia yang dihadapinya terdiri dari aneka fantasi visual. Objek-objek yang dilukis tak berhenti hanya yang tampak.

“Lully mampu menggabungkan realitas (anatomis) dengan realitas (non-inderawi) secara koheren melalui gaya dekoratifnya. Sepertinya Lully mewartakan di balik realitas terekam kehidupan non-real yang kaya warna, sekaligus kaya dimensi. Saya senang menyebut karya Lully memiliki kekayaan dimensi dan fantasi. Sebut saja paling pas multidimensi,” ujar Mikke.

Dari ketiga gaya yang ditampilkan ini, lanjut Mikke, dapat dimaknai kehadiran mereka tidak semata-mata ingin memberitakan world view atau gaya pribadi yang digeluti.

Jauh lebih dari itu, perbedaan gaya menyiratkan eksistensi mengenai proses pengambilan atau eksekusi gaya. Para perempuan ini tidak malu, bahkan percaya diri untuk berbeda.

Mereka tahu risiko atas pilihan gaya. Mereka paham bahwa melukis bukan sekadar menorehkan keberanian, tetapi juga menorehkan konsistensi, setidaknya tentang gaya yang dipilihnya.

(*/Aja)

Share :

Baca Juga

Panggung

Malam Ini Joyo Plus Hangatkan Koesplusan di Jenggleng Cafe
Penampilan siswa-siswi SD Negeri Dukuh I Sleman dengan suguhan tari kreasi. (Foto:istimewa)

Panggung

SDN Dukuh I Ikuti Ajang Lomba Mewarnai dan Pentas Kreasi
Usai pemutaran perdana film Djogjakarta Sang Penjaga Repoeblik dilanjutkan review film dan foto bersama siswa MAN 4 Sleman yang terlibat dalam produksi film tersebut. Foto: Istimewa

Panggung

Djogjakarta Sang Penjaga Repoeblik, Film Garapan MAN 4 Sleman yang Sukses Juarai Festival
Nella Kharisma dan anak pertamanya. (Foto:@nafaspertama)

Panggung

Selamat! Nella Kharisma ‘Babaran’ Anak Pertama dengan Dory Harsa
Elsa Mayora. (Foto: dokumentasi pribadi)

Panggung

Elsa Mayora dan Totalitas Menyanyi Dangdut
Lyodra. (Foto: Instagram lyodraofficial)

Panggung

Satu di Posisi Puncak, Dua Lagu Lyodra Masuk 5 Besar Indonesian Top Hits
Idgitaf yang kian viral dengan lagunya berjudul "Takut" akan memeriahkan KLM 2nd Anniversary. Foto: Ist

Panggung

“Takut” kan Yogya, Idgitaf Bakal Meriahkan KLM 2nd Anniversary
Perupa Agus Merapi menyelesaikan lukisan pandemi di koper kuno. (Foto:nyatanya.com/Humas Magelang)

Panggung

Agus Merapi Lahirkan Lukisan Mistisistme di Atas Koper Kuno