Home / Plus

Selasa, 13 September 2022 - 17:42 WIB

Atikoh Apresiasi Ketangguhan Perajin Batik Sragen Hadapi Pandemi

Atikoh dalam kunjungannya ke sentra batik di Desa Kliwonan dan Desa Pilang Kecamatan Masaran, Selasa (13/9/2022). Foto: Diskominfo Jateng

Atikoh dalam kunjungannya ke sentra batik di Desa Kliwonan dan Desa Pilang Kecamatan Masaran, Selasa (13/9/2022). Foto: Diskominfo Jateng

NYATANYA.COM, Sragen – Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Jawa Tengah Siti Atikoh mengapresiasi ketangguhan perajin batik di Kabupaten Sragen dalam menghadapi pukulan pandemi Covid-19.

Berbagai upaya ditempuh, termasuk jualan lewat dunia maya, dan menggandeng reseller guna memasarkan batik khas Bumi Sukowati.

Hal itu dikatakan Atikoh, di sela kunjungannya ke sentra batik di Desa Kliwonan dan Desa Pilang Kecamatan Masaran, Selasa (13/9/2022).

Atikoh berpesan agar perajin mengakrabkan diri dengan era digital. Dengan jualan online, perajin diharapkan bisa menjangkau pasar yang lebih luas. Karena, pembatasan bepergian selama pandemi turut melahirkan kebiasaan baru dalam berbelanja.

Foto: Diskominfo Jateng

“Perajin banyak yang berinovasi merambah online karena penjualan konvensional sulit selama pandemi. Ada juga yang menampung reseller untuk menjual product ready to wear,” ungkap Atikoh.

Baca juga   Tak Banyak yang Tau, Awal Batik Indonesia, Presiden Soekarno dan Go Tik Swan

Selain jualan online, Atikoh mengimbau agar perajin batik mengangkat “behind story” dari pembuatan batik. Ini menurutnya penting, karena sebagian masyarakat masih awam dengan teknik pembuatan batik, khususnya batik tulis.

Batik khas Sragen sendiri memiliki motif pakem, seperti gaya Surakarta atau Yogyakarta. Warnanya sogan dan kuning keemasan. Yang khas Sragen, disela-sela motif pakem terselip motif flora fauna.

Untuk sebuah batik tulis halus, dibutuhkan waktu setidaknya 3-6 bulan untuk mengerjakan. Harganya berkisar ratusan hingga jutaan rupiah.

“Saya senang perkembangan batik di Sragen bisa survive dan berkembang. Inilah kunci kita penanggulangan kemiskinan, karena mereka menyerap tenaga kerja yang menggulirkan sektor ekonomi di wilayah,” urainya.

Seorang perajin batik Masaran-Sragen Suratno mengatakan, saat pandemi produksinya berkurang separuh. Dari semula 500 helai batik per hari, menjadi hanya 200 helai per hari.

Baca juga   Digelar di Yogya 4-7 Oktober 2022, Rakernas PPJI Ajak Industri Kuliner Kembali Bangkit

Guna meningkatkan penjualan, ia kemudian berjualan online dan menggandeng para warga yang mengalami PHK atau belum bekerja untuk turut memasarkan produknya. Dengan strategi itu, Suratno mengaku bisa meningkatkan penjualan produk batiknya.

Kades Kliwonan Aswanda menjelaskan, pengusaha batik di wilayahnya berjumlah 135 orang. Pada saat pandemi, praktis usaha mereka banyak yang vakum.

“Dari komposisi pekerjaan, 60 persen di antaranya adalah perajin sementara 40 persen adalah petani. Karena dulu kan masyarakat sini itu bekerja sebagai buruh batik di Solo, setelah pintar mereka kembali ke kampung dan ikut menggulirkan perekonomian desa,” sebutnya.

(Pd/Ul/N3)

Share :

Baca Juga

Endang Rohjiani sukses budidayakan maggot. Dengan usahanya ini ia bisa menekan pembuangan dua ton sampah organik per hari. Foto: Humas Pemkot Yogya

Plus

Endang Rohjiani, Ratu Winongo Pejuang Lingkungan yang Tak Melupakan Perannya sebagai Seorang Ibu
Foto: Humas Pemkot Yogya

Plus

Studio 103 ‘Our Creative Space’ Jadi Nama Baru Ruang Ekonomi Kreatif Pasar Prawirotaman
Mahasiswa DKV ISI Surakarta melukis mural bertema keberagaman dan toleransi di Kelurahan Joglo, Banjarsari Solo. (Foto: Dok.DKV ISI)

Plus

Mahasiswa DKV ISI Surakarta Gelar Aksi Mural Keberagam dan Toleransi di Joglo Banjarsari
Daun afrika miliki khasiat bagus untuk kesehatan. (Foto: istimewa)

Plus

Daun Afrika Turunkan Kolesterol
Foto: Dok.Mafindo

Plus

Kampayekan Perdamaian, Mafindo Gelar Kompetisi Konten #SocialMedia4Peace dan Periksa Fakta

Plus

Adira Festival ‘Selebrasi Warna-warni dalam Harmoni’ Digeber Tiga Hari di Stadion Mandala Krida Jogja
Ayunee by Melati Soedjarwo merupakan usaha fesyen yang berbasis di Klaten, Jawa Tengah. Ayunee memproduksi busana dengan bahan dasar kain tradisional Indonesia, terutama kain lurik dari alat tenun bukan mesin (ATBM) dengan pewarnaan alam yang menjadi ciri khas. (Foto: TWC Media)

Plus

PT TWC Dorong Mitra Binaan Masuk Market Place Taraf Internasional
Proses pembangunan masjid hingga saat ini masih terus berlangsung kendati dengan keterbatasan anggaran. (Foto:P Istimewa)

Plus

Ayo Beramal Jariyah, Masjid Al Hidayah Butuh Uluran Donatur