Home / Panggung

Jumat, 1 Oktober 2021 - 21:06 WIB

Biennale Jogja XVI Equator #6 Mempertemukan Indonesia-Oseania

NYATANYA.COM, Yogyakarta – Hajatan seni rupa bergengsi Biennale Jogja kembali digelar mewarnai geliat percaturan seni rupa Yogyakarta yang mulai bangkit di tengah pandemi Covid-19.

Biennale Jogja XVI Equator #6 mempertemukan Indonesia dengan Oseania, sebuah kawasan yang sangat dekat dengan Indonesia; tetapi praktik geopolitik juga membuatnya terasa jauh dan bahkan seperti asing.

Para penyelenggara Biennale Jogja XVI Equator #6 2021 membaca sejarah Oseania dalam rangka mengenali kembali identitas Indonesia yang dibayangkan sebagai melting pot, titik temu dari berbagai etnis, ras, dan kebudayaan.

“Oseania menjadi ruang kontestasi identitas yang menarik komunitas-komunitas yang tinggal bersama, untuk menyaksikan pergeseran sejarah dan kemudian menuliskan ulang sejarah mereka sendiri dalam pusaran politik lokal, (pasca) kolonial dan pergaulan global,” kata Direktur Yayasan Biennale Jogja Alia Swastika pada konferensi pers penyelenggaran Biennale Jogja XVI 2021 yang digelar secara daring, Jumat (1/10/2021) siang.

Para nara sumber dalam konferensi pers penyelenggaran Biennale Jogja XVI 2021 yang digelar secara daring, Jumat (1/10/2021) siang. (Foto: Dok.BJXVI)

Biennale Jogja XVI 2021 digelar pada 6 Oktober hingga 14 November 2021, dimana seluruh rangkaian pameran dan program akan diselenggarakan di empat lokasi, yaitu Jogja National Museum (JNM), Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Museum dan Tanah Liat (MDTL), dan Indie Art House.

Lebih lanjut Alia mengatakan bahwa Biennale Jogja kali ini menjadi istimewa karena menandai satu dekade Biennale Jogja seri Khatulistiwa, yang dimulai sejak 2011.

Baca juga   Positif Covid-19 DIY Tambah 2.282 Kasus, Sembuh 1.241 Kasus

Untuk itu, diselenggarakan pula pameran arsip yang menampilkan kembali serpihan artefak dan catatan tentang bagaimana Yayasan Biennale Yogyakarta tumbuh dan berkembang dalam ekosistem seni di Yogyakarta dan di kawasan Global Selatan.

“Menariknya, karya-karya seniman dari India hingga Brazil ini akan disajikan secara virtual melalui permainan minecraft. Hal ini menunjukkan bagaimana kami merespons relasi antara seni, pengetahuan, dan teknologi digital sebagai bagian dari spekulasi sejarah,” kata Alia.

Tidak kurang dari 34 seniman dan komunitas yang terlibat, di antaranya merupakan ruang dedikasi untuk seniman dan tokoh budaya; Y.B. Mangunwijaya dan Sriwati Masmundari.

Sementara untuk program aktivasi terdapat kurang lebih 70 agenda, seperti Biennale Forum, Program Labuhan, Residensi, dan Resource Room. Selain itu, ada pula Bilik Negara Korea/ASEAN serta Taiwan yang mengundang para seniman dari dua wilayah tersebut.

Dengan kondisi pandemi yang masih membatasi kerumunan, pameran dan sebagian besar program dapat disaksikan melalui portal daring https://biennalejogja.org/2021/ dan akun media sosial Biennale Jogja.

“Jika sebelumnya berbagai program publik dapat melibatkan ratusan pengunjung, sekarang tidak bisa lagi karena kondisi pandemi,” ujar Gintani Nur Apresia Swastika, Direktur Biennale Jogja XVI Equator #6 2021.

Sementara itu, pameran utama yang diselenggarakan di JNM mengangkat tema “Roots < > Routes”. Tema tersebut berangkat dari hasil riset dua kurator, Elia Nurvista dan Ayos Purwoaji.

Baca juga   Lestarikan Musik Keroncong Lewat Simphony Kerontjong Moeda #12

Beberapa seniman partisipan antara lain Udeido Collective, Greg Semu, A Pond Is The Reverse of an Island, Radio Isolasido, juga Meta Enjelita dan Raden Kukuh Hermadi (dua seniman muda lulusan program Asana Bina Seni).

Kedua kurator melakukan perjalanan riset di kepulauan Indonesia bagian timur, yang memiliki corak budaya identik dengan kawasan Oseania. Masing-masing melakukan penelitian di Ambon, Maluku, dan di Jayapura, Papua serta Maumere serta Kupang, di Nusa Tenggara Timur.

Berangkat dari amatan kurator, Biennale Jogja XVI menaruh perhatian besar pada narasi-narasi mengenai lokalitas dan pengetahuan tempatan, serta dekolonisasi dan desentralisasi.

Biennale Jogja XVI bekerja sama dengan empat institusi dan kolektif seni dari Jayapura, Ambon, Kupang, dan Maumere untuk membuat Program Labuhan (Docking Program) sebagai perwujudan dari gagasan desentralisasi yang diusung.

“Penyelenggaraan Biennale Jogja XVI diharapkan dapat menjadi ruang dialog antara seniman dan intelektual dari Indonesia dengan seniman dan intelektual dari Oseania. Keduanya dapat belajar dari pengalaman masing-masing sebagai masyarakat bekas terjajah yang keberadaannya sudah terlalu lama didefinisikan oleh kuasa pengetahuan Barat,” jelas Elia Nurvista. (Aja)

Share :

Baca Juga

Sejumlah perupa perempuan yang ikut ambil bagian dalam pameran lukisan nasional bertajuk 'Manivestasi' di Pendhapa Art Space. (Foto: Agoes Jumianto)

Panggung

Pameran Besar Seni Rupa Tingkat Nasional #5 Komunitas Lintas Batas Perempuan di Pendhapa Art Space
Raegina Zivanna Putri Ayuna di panggung jawara Miss Global Kids Indonesia 2022. Foto: Ist

Panggung

Juara Miss Global Kids Indonesia 2022, Zivanna Putri dari Yogyakarta Jadi Duta Budaya ke Malaysia

Panggung

Rangga Aputra Pameran Tunggal “Artefact of Random Memories” di Galeri R.J. Katamsi
Duo Rachel dan Ihsan. (Foto: Dok.Pribadi)

Panggung

Rampungkan Tiga Single, Duo Rachel dan Ihsan Makin Mantap di Jalur Musik Religi
Salah satu karya yang lolos Pameran Representasi #4: Pahlawan Nasional. (Foto: Dokumentasi Pendhapa Art Space)

Panggung

38 Perupa Lolos Seleksi Pameran Representasi #4: Pahlawan Nasional
Warkop DKI. (Foto: Instagram @indrowarkop_asli)

Panggung

Ini 5 Sikap Warkop DKI Soal Warkopi, Poin 4 Bikin Nyesek
Yusman sedang menyelesaikan patung Soeharto yang akan dipasang di Ponorogo Jawa Timur. Foto: Teguh Priyono

Panggung

Yusman Selesaikan Patung Soeharto yang Akan Dipasang di Taman Soeharto Ponorogo Jawa Timur
Foto: Dok.FKY 2022

Panggung

Laku Tari Petani Semin Gunungkidul, Sebuah Catatan Dokumenter FKY 2022