NYATANYA.COM, Surabaya – Satu Keluarga di Surabaya hidup di rumah yang berdiri di atas selokan tanpa ada aliran listrik selama 25 tahun.
Rumah keluarga Kusairi (57) tersebut berada di Jalan Juwingan Surabaya. Kusairi tinggal dalam kegelapan bersama istrinya Titin Asrofin (60), anak dan dua cucunya.
Rumah keluarga Kusairi kondisinya sungguh menyedihkan. Keluarga yang hidup di Kota Surabaya ini menempati bangunan rumah semi permanen yang reyot dan berdiri di atas selokan.
Rumah tersebut dilapisi kayu triplek yang disangga bambu dan kayu yang sudah terlihat lapuk.
Nur Fitri (27), anak Kusairi bercerita, ia bersama keluarganya terdiri 5 orang tinggal di rumah tak layak tersebut hampir 25 tahun lamanya.
Nur mengaku Ingin mendapat bantuan seperti yang diberitakan media. Nur lantas mencontohkan satu keluarga di Jalan Gubeng Kertajaya yang bernasib sama dengan keluarganya hidup tanpa listrik.
“Saya lihat pemberitaan 4 tahun tanpa listrik (dapat bantuan). Saya lama ya 20 tahun lebih lihat orang tua saya seperti ini. Saya sebagai anak nasibnya kurang mujur ya. Saya ngechat (DM) seperti ini di Instgaram,” kata, Nur dikutip dari selalu.id.
Nur mengaku, tempat tinggal mereka yang di atas selokan itu milik orang lain. Ia bersama keluarganya membayar sewa tanah satu juta per tahun.
Tak tahan merasakan kondisi keluarganya, Nur bercerita dengan isak tangis dan mengaku tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.
Padahal, Pemerintah Kota Surabaya saat ini gencar memberi bantuan Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) kepada warga miskin.
Bahkan, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyebutkan sebanyak 900 Unit Rutilahu hingga akhir tahun ini diperbaiki dengan program Dandan Omah.
“Sudah lapor ke RT, tapi jawabannya gak bisa bantu apa-apa hanya mendata. Ya saya kemarin gak dapat gapapa, ya mungkin ibu saya lah. Kayak PKH, lah buat apa ibu saya di data PKH tapi gak dapat,” ungkap Nur.
Untuk menerangi rumahnya, Nur memanfaatkan lampu seadanya dengan bantuan penyimpan energi (power bank) yang dicharge dari tempat kerjanya.
“Kalau nggak nge-charge ya cuma mungkin hanya satu saja penerangan, itu pun nggak lama ya,” tuturnya.
Untuk memasak, ibunya Tin (60) hanya memakai kayu bakar. Ia berharap mendapat bantuan yang layak, misal kompor untuk memasak.
“Ibu saya dapat bantuan yang layak lah, atau mungkin kompor. Karena kan cari kayu juga susah. Mungkin orang-orang kalau bongkaran saya ikut, kalau dikasih ambilin buat ibumu,” katanya memelas.
Perempuan yang sudah berpisah dengan suaminya tersebut, menempati gubuk reyot itu sejak kecil. Ia bekerja serabutan.
Sedangkan, bapaknya kerja di bengkel sepeda atau perbaikan barang rombeng. Sementara ibunya hanya di rumah tidak bekerja.
“Ibu tidak bekerja ya karena udah tua, karena pendengerannya dan penglihatannya juga kurang bagus,” pungkasnya.
(*/N1)