NYATANYA.COM, Bantul – Banyak anak muda yang sukses tanpa mengandalkan ijasah sarjananya.
Dwi Saputro, pemuda asal Sragen dan alumni Fakultas Pertanian UPN Yogyakarta ini adalah salah satu contohnya.
Usai wisuda, dia langsung melipat ijazahnya dan memutuskan jalan hidup sebagai entrepreneur.
Cara pandang anak muda sekarang tentang kesuksesan dan masa depan memang sudah berbeda.
Kalau dulu masih banyak yang ketika lulus kuliah berbondong-bondong ingin menjadi PNS atau kerja di BUMN, kini banyak yang justru ingin mandiri dan merintis karier sebagai entrepreneur.

“Sejak pertama kali masuk kuliah di UPN, sama sekali tidak terpikir mau jadi PNS. Meskipun orang tua berharap. Tujuan kuliah sebenarnya Saya ingin punya teman yang banyak dan wawasan yang luas. Supaya kalau lulus mudah memilih karir yang sesuai passion. Saya ingin punya network sejak di kampus,” ujar lulusan SMA Negeri 3 Sragen ini.
Setelah mencoba berbagai jenis usaha, empat tahun lalu, Dwi Saputro akhirnya berjodoh dengan bisnis cermin kaca.
Tak disangka, justru pada saat pandemi, omsetnya melonjak tajam karena penjualan online meningkat pesat.

Mengapa memilih bisnis cermin?
“Waktu itu berpikir setiap rumah, setiap hotel, kampus, apartemen, villa, pasti membutuhkan cermin. Nah, inovasi yang saya lakukan adalah membuat cermin cerdas atau smart mirror,” jelasnya.
Ditambahkan Dwi Saputro, cermin cerdas buatannya untuk rumah kelas menengah atas.
Yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat mengaca, tapi juga sebagai hiasan rumah dan mempunyai nilai prestis. Dari situlah Ibiza Mirror dimulai konsepnya.
Teman-teman Dwi sekarang bahkan menyebutnya sebagai Juragan Pengilon.
Cermin cerdasnya sudah masuk ke banyak hotel dan apartemen. Bahkan sejumlah artis dan selebgram juga memesan produknya.
Cermin cerdas Ibiza mempunyai keunikan tersendiri. Yakni, mempunyai empat tombol sentuh.
Yang warna background kacanya bisa diubah-ubah sesuai keinginan. Bahkan bisa diberi siluet dan alarm.
“Makanya disebut cermin cerdas. Bisa diubah-ubah bercahaya sesuai keinginan pemiliknya. Biar nggak bosen juga,” bebernya.
Empat tahun menjalani bisnis cermin cerdas kini Dwi Saputro sudah merasakan hasilnya.
Selain bisa untuk menghidupi kebutuhan hidupnya sendiri, juga bisa membantu keluarga di kampung.
“Ada saudara atau teman yang usahanya butuh suntikan modal, saya bantu supaya bisa berkembang,” ungkapnya.
Dari hasil usahanya ini pula belum lama dia bisa berlibur keliling Eropa.
“Alhamdulillah, hasilnya bisa buat healing dan traveling ke empat negara Eropa. Pertama ke Paris, terus lanjut ke Belanda, Belgia, dan Jerman. Insyaallah, besok Maret ke kantor Google di San Fransisco, Amerika. Visanya sudah keluar Desember kemaren. Mau berlibur sekaligus cari inspirasi baru,” ujar penyuka musik cadas ini.
Dwi Saputro mengaku ia tidak pernah menyesal menyimpan rapat ijazah sarjananya.
“Justru sekarang waktu saya lebih bebas dan bisa menggaji diri sendiri tanpa batas. Kesuksesan itu bisa dari jalan mana saja. Asal kita kreatif. Tidak harus tergantung ijazah,” Tandasnya.
Dari mana Dwi mendapatkan ilmu berbisnis yang boleh disebut bisa membawanya sukses dalam waktu yang relatif singkat tersebut?
Dia mengatakan bahwa ilmu bisnis sekarang sebenarnya mudah didapatkan dari mana-mana. Terutama dari internet dan berbagai buku.
“Tapi, secara riilnya sejak bergabung di kelas Entrepreneur University. Karena saya bisa bertemu langsung dengan banyak mentor sukses di sana. Mereka berbagi tips dan triknya ketika menjalani bisnisnya masing-masing. Yang semua itu tidak ada di tempat kuliah saya dulu di jurusan Agribisnis UPN Yogya,” tambahnya sambil tertawa.
Selain itu Dwi juga mengaku punya banyak insight baru ketika bergabung dengan komunitas informal Klatak University yang bertemu dan melakukan sharing bisnis setiap Selasa malam.
“Banyak strategi out of the box saya dapatkan dari sharing di komunitas itu. Apalagi ilmunya diberikan gratis tanpa ada yang ditutup-tutupi bisa langsung dipraktikkan,” tandasnya.
Ketika ditemui di tempat workshopnya di Banguntapan, Bantul, Dwi terlihat sibuk berdiskusi dengan karyawannya dan mengontrol setiap cermin yang siap dikirim.
“Di sini hubungan saya dengan karyawan seperti teman saja. Tidak ada jarak. Prinsipnya yang penting tanggung jawabnya selesai dan beres,” bebernya.
“Untuk tim marketing saya ada kantor sendiri. Saya mengajak teman-teman yang pintar digital marketing untuk berbagi tugas. Ada yang dari Amikom, UPN, dan UGM. Sekarang kan jamannya kolaborasi, bukan kompetisi. Jadi, kami bertemu bergabung, membangun tim yang solid untuk mencari rezeki bersama di Ibiza,” pungkasnya.
(*/N3)