NYATANYA.COM, Jakarta – Wakil Ketua Dewan Pers, M. Agung Dharmajaya, menyoroti implementasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) oleh aparat penegak hukum.
Menurut Agung, regulasi tersebut diharapkan tidak membelenggu pekerjaan pers.
Hal tersebut disampaikan Agung, dalam Focus Group Discussion (FGD) oleh FMB 9, dengan tema Menakar RKUHP dengan Kebebasan Pers, pada Jumat (2/9/2022).
“Secara umum RKHUP sudah bagus, dan kami mengapresiasi, tapi jangan sampai nanti menjadi multitafsir dalam implementasi di lapangan,” kata Agung.
Agung menegaskan, penafsiran yang berbeda dari aparat penegak dapat menyebabkan kerja jurnalis menjadi tidak independen.
“Dalam sejumlah kasus justru terjadi kriminalisasi terhadap pers akibat multitasfsir,” katanya.
Menurut Agung, pihaknya berkomitmen untuk mengawal RKUHP yang sedang dibahas oleh DPR bersama pemerintah.
“Apalagi saat ini indeks kebebasan pers di Tanah Air sudah lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya.
Selain itu, Agung mengimbau agar media tidak takut dengan RKHUP, apalagi sudah ada Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman Kriteria Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada 2021.
SKB itu ditandatangani Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang difasilitasi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Berikut sejumlah pasal krusial dalam RKUHP:
1.Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara
Ayat 1 Pasal 188 mengancam pidana penjara hingga empat tahun bagi siapapun yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme di ruang publik. Namun, pidana tidak dapat dilakukan jika kajian dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
2. Pasal 263 dan 264 tentang Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.
Pasal 263 mengancam pidana penjara hingga enam tahun bagi siapapun yang terbukti secara sengaja menyebarkan berita bohong dan mengakibatkan kerusuhan di tengah masyarkat.
Sedangkan, Pasal 264 memberi ancaman pidana hingga dua tahun bagi siapapun yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga menyebabkan kerusuhan di tengah masyarakat.
3.Pasal 240 dan 241 tentang Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah
Pasal tersebut mengancam pidana hingga tiga tahun atau denda maksimal kategori IV bagi siapapun yang menghina pemerintah yang sah. Hinaan disyaratkan menyebabkan kerusuhan di tengah masyarakat.
4.Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan
Pasal 280 memberi ancaman denda kategori II bagi siapapun yang tidak mematuhi perintah pengadilan dan bersikap tidak hormat pada hakim. Ancama denda juga ditujukan pada siapapun yang tanpa izin merekam dan mempublikasikan proses persidangan.
5. Pasal 302-304 tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan
Pasal 302 mengatur soal ancaman bagi siapapun yang melakukan perbuatan permusuhan atau ujaran kebencian di muka umum atas nama agama dapat dipidana penjara maksimal hingga lima tahun.
6.Pasal 303 mengancam pencabutan izin bagi siapapun yang mengulangi tindak pidananya karena tuntutan profesi kurang dari dua tahun sejak vonis pertama.
7.Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
Dua pasal tersebut mengatur ancaman pidana hingga tiga tahun bagi siapapun yang menghina kekuasaan umum atau lembaga negara. Tuntutan hanya dapat dilakukan jika diadukan langsung oleh lembaga yang dimaksud.
8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan Pencemaran Nama Baik
Barang siapa yang menghina atau melakukan pencemaran nama baik di depan umum terancam pidana maksimal hingga enam bulan atau denda kategori II.
8. Pasal 437 dan 443 Tindak Pidana Pencemaran
Pasal tersebut mengatur siapapun yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain agar diketahui umum dapat dipidana penjara maksimal sembilan bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Ancaman pidananya bisa menjadi empat tahun jika terdakwa tak bisa membuktikannya dalam proses pengadilan, dan pengunaan tersebut justru menjadi fitnah. (*)
Sumber: InfoPublik.id