Home / Panggung

Kamis, 30 September 2021 - 20:40 WIB

FKY Mereka Rekam, Menelusuri Jejak Gamelan di Yogyakarta

Menempa Wilah. (Foto: FKY 2021/Larasing Ati)

Menempa Wilah. (Foto: FKY 2021/Larasing Ati)

NYATANYA.COM, Yogyakarta – FKY 2021 Mereka Rekam membentuk Tim Riset untuk melakukan pembacaan kritis terhadap kebudayaan di Yogyakarta secara lebih mendalam.

Resa Setodewo, sebagai salah satu dari anggota tim Riset FKY, mencatat perihal produksi gamelan sebagai sebuah bagian dari kebudayaan yang bertahan hingga hari ini. Gamelan memiliki pengetahuan yang seyogyanya harus terus dirawat dan diteruskan.

Berpegang pada pedoman soal besalen (rumah produksi gamelan) dan prapen (perapian untuk membuat gamelan) yang menjadi jantung dari proses pembuatan gamelan, Resa Setodewo berusaha mencari dan memetakan besalen yang hingga kini masih aktif di Yogyakarta.

Riset dimulai dengan mengunjungi empat besalen di Yogyakarta, yaitu Hadi Seno Gamelan yang dikelola oleh Pak Sugeng Tri, Daliyono Legiono Gamelan yang dikelola oleh Pak Legi, Bondo Gongso Gamelan yang dikelola oleh Pak Tri Suko, dan Gamelan Center (CV Karya Mandiri Wibowo) yang dikelola oleh Mas Bowo. Keempat lokasi yang dipilih ini belum mencakup keseluruhan pembuat gamelan di Yogyakarta.

“Saat ini terdapat kurang lebih sekitar 30-an pengrajin yang menggarap gamelan kuningan dan besi. Beberapa dari mereka berkumpul untuk mendirikan Paguyuban Pengrajin Gamelan Yogyakarta (PPGY) dalam rangka menyatukan visi dan misinya,” jabar Resa Setodewo.

Baca juga   Yamtini Menangis, Saat Anaknya Menyanyi untuk Ganjar Pranowo
Bahan mentah perunggu. (Foto: FKY 2021/Larasing Ati)

Setidaknya ada 35 pengrajin gamelan telah bergabung, sekitar sepuluh diantaranya mampu menggarap gamelan perunggu. Pengrajin gamelan di Yogyakarta tidak semuanya memiliki besalen untuk membuat gamelan
perunggu.

“Dua nama yang diketahui sebagai pembuat gamelan perunggu di Yogyakarta adalah Ki Trimanto Triwiguna (swargi) dan Pak Darjo (swargi). Ki Trimanto Triwiguna merupakan pendiri besalen perunggu Pradangga Yasa yang menjadi generasi terakhir setelah beliau wafat,” terang Resa.

Saat ini pembuatan gamelan perunggu yang digarap di besalen hampir tidak ada. Ketiadaan produksi gamelan perunggu di Yogyakarta membuat beberapa gamelan perlu didatangkan dari luar Yogyakarta.

PPGY memiliki rencana besar untuk membangun besalen pembuatan gamelan perunggu di Yogyakarta. Rencana ini seiring dengan keprihatinan mereka terhadap keberadaan besalen gamelan perunggu yang belum aktif lagi.
“Kehadiran besalen gamelan perunggu diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang mendukung gamelan sebagai salah satu budaya yang diusung oleh Yogyakarta,” imbuh Resa.

Dijabarkan Resa, keberadaan besalen ini nantinya dapat membuat pengrajin gamelan Yogyakarta mampu bersaing dengan daerah lain di Jawa Tengah.

Proses melebur perunggu. (Foto: FKY 2021/Resa Setodewo)

Dalam risetnya, Resa Setodewo menemukan salah satu permasalah terbesar yang dihadapi oleh para pengrajin gamelan di Yogyakarta, yaitu pewarisan. Hal ini juga salah satu penyebab ketiadaan penerus besalen gamelan perunggu di Yogyakarta setelah Pak Trimanto wafat.

Baca juga   Mahasiswa TKS ISI YogyaGelar Pameran Rupa 'Le-La-Kon' di Pendhapa Art Space

“Saat ini belum ada pembuat gamelan perunggu di Yogyakarta karena tidak adanya pewarisan yang dilakukan oleh generasi terakhir. Meskipun, upaya pewarisan ini tetap terjadi pada para pengrajin gamelan kuningan dan besi,” terang Resa.

Proses pewarisan menjadi perhatian dari para pengrajin gamelan di Yogyakarta. Beberapa pengrajin melakukan proses pewarisan ilmu pembuatan gamelan menggunakan sistem seperti nyantrik sehingga pembuatan gamelan masih terus hidup.

Upaya untuk menghidupkan kembali pembuatan gamelan perunggu memiliki tantangan yang tidak mudah. Perlu perhatian dari pemangku kebijakan di wilayah kebudayaan untuk turut berpartisipasi.

“Gamelan merupakan bagian penting dari kebudayaan Yogyakarta. Menjaga dan melestarikan proses pembuatan gamelan adalah bagian dari perkembangan sekaligus keberdayaan kebudayaan untuk generasi mendatang,” pungkas Resa.

Selain pencatatan gamelan, Tim Riset FKY 2021 dan masyarakat juga turut mencatat berbagai kebudayaan lainnya di Yogyakarta. Hasil pencatatan ini dapat ditelusuri lebih lanjut melalui situs web FKY 2021 Mereka Rekam di www.fky.id

(Aja)

Share :

Baca Juga

Prosesi Ruwat Rawat Borobudur dengan penyerahan batu simbol pengabdian masyarakat terhadap pelestarian budaya tradisi Candi Borobudur. (Foto: humas/beritamagelang)

Panggung

Sarasehan Budaya Digelar Jelang Ruwat Rawat Borobudur
Before, Now & Then (Nana) karya Kamila Andini yang terpilih di Berlin Film Festival. (Foto: Istimewa)

Panggung

Before, Now & Then (Nana) Karya Kamila Andini Terpilih di Berlin Film Festival
Para pembicara KPH Kusumoparastho (kiri, Dr. Ir. Kuncoro Aji (tengah) dan moderator KMT Reksoprabowo (kanan). Foto: Ist

Panggung

Memayu Hayuning Bawana Kapurba Waskitaning Manungsa, Budaya Kecerdasan Ekologi Manusia
Kurator Ignatia Nilu (kanan) membeberkan karya-karya yang tampil di SUMONAR 2022. Foto: Agoes Jumianto

Panggung

Perayaan Seni Cahaya SUMONAR, Sinari JNM 4 – 12 Oktober 2022 dengan “Metamorpholux”
Remy Sylado. (Foto: Istimewa/Wikipedia)

Panggung

Doa untuk Remy Sylado Digelar Jumat 4 Februari 2022, Ada Ganjar Pranowo hingga Sutardji Calzoum Bachri
Baskarabumi Haidar Alif Jadaa dan karyanya di ajang 2st International Virtual Digital Art Exhibition. (Foto: Dokumentasi pribadi)

Panggung

Baskarabumi Ikuti 2st International Virtual Digital Art Exhibition
Manteb Sudarsono, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Magelang menyerahkan wayang Werkudara kepada dalang muda Ki Teguh Setyanto. (Foto: humas/beritamagelang)

Panggung

Gali Potensi Pewayangan, Disdikbud Magelang Pentaskan Dalang Madya
Lantaran mengadopsi dari gerakan mengangguk-angguk, kesenian tarian tradisional ini dinamakan tarian Angguk. (Foto: Dokumentasi Puspa Umitama)

Panggung

Mengenal Kesenian Angguk Kulonprogo, Paduan Budaya Jawa, Arab dan Belanda