NYATANYA.COM, Yogyakarta – Mengusung tajuk ‘Metani’, 26 perupa yang tergabung dalam Paguyuban Sidji memamerkan karya terbaiknya di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan Alun-alun Utara Yogyakarta.
Pameran yang digelar 8 – 18 November 2022 ini menampilkan sedikitnya 58 karya lukis dalamragam gaya dan ukuran.
Paguyuban Sidji sendiri merupakan singkatan dari seniman pinggiran dari Imogiri, Dlingo dan Jetis, Bantul sisi timur.
Berdasarkan Sejarah Singkat Paguyuban Sidji, mengutip tulisan Muhammad Fikri Muas, komunitas ini terbentuk pada awal tahun 1999.
Dimulai berkumpulnya beberapa seniman di Imogiri, seperti Suraji, Supangadi, Sri Harso, Sumardi, Sadarisman, Pencusanto, Dwi Haryanta, Sutrisno dan kawan-kawan.
Ketua Penyelenggara Pameran Sepa Darsono mengatakan paguyuban Sidji adalah kelompok kesenian. Kendati demikian keseharian seniman ini banyak dari anggota tidak hanya menggantungkan hidup dari kesenian saja.
“Ada yang berprofesi sebagai guru, toko kelontong, penjual tanaman, penjual pisau, petani bahkan debt collector,” kata Sepa, di sela-sela pembukaan pemeran, Rabu (9/11/2022) malam.
Menurutnya, anggota Paguyuban Sidji berjumlah 41 orang, yang sampai tahun 2021 telah mengadakan sekitar sebelas kali pameran. Anggota paguyuban ini juga mengalami regenerasi atau berkelanjutan.
“Anggota komunitas juga beragam dari segi umur, ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kemampuan dan posisi karir berkesenian. Di sinilah asal kami menemukan Metani dan metaverse sebagai tema pameran ini,” katanya.
Metani dalam bahasa Jawa berarti cari kutu atau lingsa (telur kutu), menjadi kata yang mewakili kegiatan aktif yaitu mencari kutu. Sedangkan petani atau lebih sering diucapkan Metani bermakna pasif yaitu dicari kutunya.
Lanjut Seba, dahulu mencari kutu ini merupakan kebiasaan dilakukan ibu-ibu disela pekerjaan. Karena mencari kutu (metani) dilakukan sendiri, sehingga merupakan bentuk kegiatan dalam lingkup komunal.
“Pada saat mencari kutu inilah terjadi perbincangan astar kaum perempuan. Menjadi kesempatan untuk saling bercanda, bertukar kabar berita, gosip bahkan juga pengetahuan,” ucapnya.
Karena kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi sering anak-anak juga hadir disana. Sehingga bisa muncul nasehat dari ibu-ibu kepada generasi dibawahnya.
Bagi Paguyuban Sidji, kata tersebut dimaknai sebagai “memetakan” karena perkembangan seni rupa saat ini terhubung erat dengan berbagai persoalan di luar dunia seni.
Ketika dahulu perubahan ekonomi, sosial, politik dan budaya sendiri cukup berpengaruh, saat ini ditambah kuatnya dunia industri dan luas jangkauan tehnologi informasi membuat perubahan cepat dan sulit dikuti.
“Memetakan berarti berusaha melihat dunia seni rupa secara menyeluruh (universal) sehingga segala kemungkinan akan terjadi dapat dilihat secara obyektif,” tandasnya.
Mieke Soesanto kurator seni mengatakan Metani menjadi momentum menyenangkan bagi seniman karena bisa berjumpa langsung dengan penikmat seni. Sidji merupakan salah satu di antara banyak kolektif seni di Jogja yang melalui proses kehidupan.
“Paguyuban Sidji ini berisi perupa dengan banyak konsep di belakangnya. Sejak tahun 1999 muncul, berproses sampai hari ini beregenerasi. Hakikat pameran ini adalah harapan agar setiap dialog terus terjaga,” jelasnya
Sementara itu Anggota DPR RI Gandung Pardiman sangat mendukung pameran yang digelar seniman asal Bantul ini.
Gandung berharap seni bisa menjadi profesi yang menghidupi bagi Paguyuban Sidji, tak hanya menyalurkan hobi semata.
“Saya mendorong ekspresi konkret dari pelaku seni di DIY. Tentu karya mereka mewarnai Jogja sebagai Kota Seniman yang eksis dalam situasi apapun. Semoga ini tak sebagai hobi saja tapi muncul sebagai profesi,” ungkap Gandung.
(*/N3)