NYATANYA.COM, Magelang – Perupa kelahiran pulau Dewata Bali, I Made Arya Dwita Dedok sudah menjadi bagian air, tanah, dan bumi Magelang. Di kota inilah kini Dedok, demikian biasa disapa, menjalani hidup berkesenian. Melahirkan karya-karya lukis dan berinteraksi dengan alam dan lingkungan Magelang. Dedok memang memilih Magelang sebagai rumah barunya, sejak 2009 silam.
“Kota Magelang sudah menjadi bagian dari hidup saya dan memberinya banyak inspirasi pada karya-karya saya,” ujar seniman kelahiran 1971 ini.
10 Juni 2021 lalu, Dedok genap berusia 50 tahun. Menandai hari jadinya itu, ia pun menjadikan Kota Magelang, lagi-lagi sumber inspirasi bagi karyanya. Tepat di hari jadinya itu ia tunjukkan dalam sebuah ritual seni rupa dengan menggelar pertunjukan seni kejadian atau Happening Art di nol kilometer Kota Magelang.

Sebuah kanvas polos berukuran 200×145 cm, bersandar di samping Tugu Aniem, Titik Nol Kilometer depan gapura Klenteng Liong Hok Bio, Kota Magelang. Dedok tak langsung melukis. Ia kemudian menyalakan dupa, menari dan mengucapkan doa-doa, berharap dan meminta, “Semoga Covid-19 cepat berlalu,” ungkapnya pagi itu.
Dimulai dari depan depan gapura Klenteng Liong Hok Bio, Dedok menari-nari sembari menabur bunga. Sesaat kemudian, masih dalam gerak tariannya, ia melangkah mendekati kanvas yang sudah disiapkan di seberang jalan. Dari sinilah Dedok kemudian menggoreskan kuas dengan sapuan warna, menuangkan gagasan atas permenungannya.
Tak butuh waktu lama, dengan energinya yang menggebu, lukisan yang membidik sudut Klenteng Liong Hok Bio dan Gapura Pancasila di sampingnya menjadi obyek yang menarik bagi olah rasa seorang I Made Arya Dwita Dedok. Lukisan on the spot yang diselesaikannya kurang dari 40 menit itu pun akhirnya rampung. Dedok lalu memberinya title, Magelang in Love. Ada pesan yang memang ingin disampaikan Dedok.

Menurutnya, apa yang dilakukannya itu merupakan respon atas kondisi lingkungan dan suasana kehidupan sosial di era yang serba modern, serba cepat, dan serba tak terduga seperti sekarang ini. Banjirnya informasi serta riuhnya media sosial dengan segala ekses yang menyertai tentu membawa konsekuensi serta tanggungjawab tersendiri bagi kita semua.
“Ada sisi negatif yang bisa merusak kehidupan kebersamaan kita sebagai bangsa tetapi kemajuan teknologi juga banyak membawa kita ke kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya,” imbuhnya.
Dengan berbekal pemahaman akan dunia dan lingkungan era sekarang tersebut, Dedok melakukan pertunjukan tunggal dengan sekaligus melukis on the spot tentang cinta, lingkungan, kebhinekaan, keberagaman, dan tentang kita semua yang ada di Kampung Pancasila, sebagaimana keberadaan alun-alun kota Magelang dengan keberadaan beragam rumah ibadah dari bermacam agama yang mengelilinginya, yang menjadi jantung kehidupan sosial budaya di Kota Magelang. (N1)