NYATANYA.COM, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri memaparkan tiga poin penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, saat jadi pembicara di salah satu rangkaian Acara The Regional Anti-Corruption Conference for Law Enforcement Professionals in Southeast Asia, Bangkok, Thailand.
“Poin pertama yaitu keberhasilan upaya pemulihan aset Indonesia baru-baru ini. Atas kerja sama dan koordinasi yang kuat antara KPK, FBI dan Departemen Kehakiman AS, pada Januari 2022, sejumlah 5,9 juta USD berhasil diamankan dan dikembalikan ke Indonesia,” kata Firli saat menjadi pembicara High Level Panel (HLP) 1 bertema Tantangan dan Praktik Pemberantasan Korupsi di Asia Tenggara, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Rabu (31/8/2022).
Dia menambahkan aset tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi di Indonesia dari pencucian uang di Amerika Serikat.
Dia menekankan pentingnya kerja sama dalam pertukaran data dan informasi intelijen dan pro-keadilan, serta penyelidikan paralel dan pembukaan saluran komunikasi antar lembaga, jadi kunci sukses upaya tersebut.
“Premis kami adalah bahwa tidak ada negara atau lembaga yang dapat memerangi korupsi sendirian. Koordinasi, kerja sama dan sinergi selalu diperlukan,” ujar Firli secara daring.
Firli melanjutkan poin kedua, adalah pembaruan tentang upaya Indonesia untuk mencegah dan memerangi korupsi.
“Seiring dengan perkembangan korupsi, KPK juga harus mampu beradaptasi dan mendukung visi Indonesia 2045. Untuk itu, KPK mengeluarkan Roadmap Pemberantasan Korupsi dari 2022 hingga 2045,” katanya.
Roadmap terdiri dari kegiatan dan indikator yang dilaksanakan dalam lima fase dari rentang 2022 hingga 2045.
Pada fase pertama roadmap bertujuan untuk membangun fondasi yang kokoh bagi Trisula KPK yaitu penuntutan, pencegahan, dan partisipasi masyarakat serta pendidikan antikorupsi.
“Selama fase itu, KPK akan melakukan kegiatan seperti memperkuat pemberantasan korupsi dan pencucian uang di Indonesia. KPK juga melakukan penguatan kelembagaan, struktur, dan sumber daya manusia KPK, meningkatkan manajemen agar adaptif dan gesit, penguatan arsitektur informasi dan data dengan teknologi digital, serta harmonisasi regulasi untuk memperkuat upaya dan kelembagaan antikorupsi,” tutur Firli.
Selanjutnya fase kedua adalah periode transformasi, di mana kegiatan akan difokuskan pada peningkatan proses politik dan inisiatif pendidikan dan pencegahan antikorupsi.
Fase ketiga dan keempat akan dikonsentrasikan pada kegiatan penguatan penuntutan dan pencegahan korupsi di sektor swasta serta membina sinergi antar instansi.
Fase kelima, pada kurun 2040-2045, ketika Trisula mencapai kedewasaan, diharapkan KPK memiliki kerjasama yang kuat secara nasional dan internasional untuk memerangi korupsi dan pencucian uang pasca-modern, serta menjadi organisasi yang tangkas dan efektif yang selalu beradaptasi dengan lingkungan yang berubah.
“Itu membawa saya ke poin ketiga saya, yaitu pentingnya kerjasama internasional dan dukungan regional. Untuk mengimplementasikan roadmap tersebut, KPK membutuhkan dukungan dan kerja sama dari negara-negara kawasan serta organisasi regional dan internasional,” kata Firli.
Firli memandang kerja sama tersebut harus mencakup lebih banyak penyelidikan bersama, berbagi data dan informasi intelijen, bantuan teknologi, serta memperkuat kerja sama dalam pemulihan aset.
“Sangat penting untuk mempromosikan sinergi dan saluran komunikasi yang terbuka antar yurisdiksi, sambil menekankan pentingnya menghormati hukum nasional masing-masing negara,” ucapnya.
Konferensi tersebut merupakan kerja sama Kantor Regional Asia Tenggara dan Pasifik United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), dengan Komisi Anti-Korupsi Thailand dan Kementerian Kehakiman Korea Selatan.
Pertemuan berlangsung secara luring dan daring yang diselenggarakan dari Senin, 29 Agustus 2022 hingga Kamis, 31 Agustus 2022, dengan mengundang Ketua Lembaga pemberantasan Antikorupsi serta Aparat Penegak Hukum yang menangani kasus korupsi di kawasan Asia khususnya Asia Tenggara.
Selain Firli, HLP 1 melibatkan 6 pembicara lainnya di “Tantangan dan Praktik Pemberantasan Korupsi di Asia Tenggara” yang jadi bagian dari kegiatan The Regional Anti-Corruption Conference for Law Enforcement Professionals in Southeast Asia. Mereka adalah perwakilan dari Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Singapura, Hong Kong dan Viet Nam.
Tujuan Pertemuan tersebut untuk membangun rasa saling percaya dan jalur komunikas antar aparat penegak hukum, mendukung pertukaran informasi tentang praktik baik dan pembelajaran dalam penegakah hukum, mengidentifikasi tantangan dan solusi, serta mendukung pembentukan jejaring regional antar aparat pemberantasan korupsi.
(*/N1)
Sumber: InfoPublik.id