NYATANYA.COM, Surakarta – Kampung Kauman berasal dari kata “Kaum dan Iman”. Artinya kampung ini ditempati oleh sekelompok orang yang memahami ilmu agama dan berperan dalam proses penyebaran agama Islam.
Hadirnya Kampung Kauman di antara banyaknya kaum abangan diharapkan dapat menyadarkan dan memberikan dakwah tentang Islam.
Kampung Kauman dipimpin oleh seorang Penghulu. Penghulu inilah yang bertanggung jawab atas aktivitas dakwah kala
Dalam menjalankan tugasnya, Penghulu dibantu oleh Khatib yang bertugas memberikan khotbah salat Jumat dan menjadi imam, Modin yang bertugas memukul beduk dan mengumandangkan azan, dan marbot yang bertugas mengurus masjid.
Keberadaan Kampung Kauman di sejumlah daerah lahir sejak Mataram Islam berdiri dan menjadi salah satu pilar dalam penyebaran agama Islam.
Di Kota Surakarta sendiri terdapat Kampung Kauman Mangkunegaran yang lokasinya di depan Pasar Legi, tepatnya sebelah utara Puro Mangkunegaran. Wilayahnya memanjang dari utara Kali Pepe hingga depan Pasar Legi.
Kampung Kauman Mangkunegaran sudah ada sejak zaman Mangkunegara I. Setelah Perjanjian Salatiga tahun 1757, Mangkunegara menempati rumah Tumenggung Mangkuyudo.
Dalam perjanjian tersebut, Mangkunegara I tidak diperbolehkan membuat alun-alun karena posisinya merupakan daerah Praja. Oleh karena itu, Mangkunegara I hanya membuat pasar untuk tujuan perekonomian dan religi.
Dalam Babad Panambangan, tercatat ada lebih dari 80 orang warga Kauman. Inilah yang menguatkan identitas Kauman sebagai kampung religi di masa Mangkunegara I.
Sayangnya, kondisi ini berubah sejak era Mangkunegara IV. Kondisi ini dimulai dengan dipindahkannya Masjid Nagari di Kauman ke barat Puro Mangkunegaran tahun 1878.
Lama kelamaan eksistensi Kauman sebagai kampung religi mulai meredup. Ditambah lagi regenerasi ulama yang tidak ada sejak pemindahan tersebut.
Pada masa Mangkunegara IV, sektor ekonomi menjadi utama karena Mangkunegara IV meninggalkan banyak utang yang menjadi beban generasi berikutnya.
Terfokusnya kepada sektor ekonomi, sektor religi semakin tidak mendapat perhatian. Akibatnya, Kampung Kauman terus kehilangan jadi dirinya sebagai kampung religi. (*)