NYATANYA.COM, Kulonprogo – Jembatan Bantar yang berada diatas Sungai Progo memiliki sejarah tersendiri sebagai sebuah menomen perjuangan kemerdekaan bangsa yang masih berdiri sampai saat ini. Sehingga layak menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang menarik wisatawan.
Dalam sejarahnya, para pejuang saat itu harus berjuang mati-matian untuk merebut jembatan itu dari penjagaan tentara Belanda. Sebab bagi pasukan Belanda, menurut Indroyono Soesilo, Ketua Dewan Kurator Museum Soesilo Soedarman yang selama ini ikut melestarikan sejarah, jembatan itu menghubungkan Purworejo, Kebumen, Purwokerto dan Jakarta.
Sehingga wajar bila Belanda mempertahankan keberadaan jembatan tersebut, mati-matian dari serbuan tentara keamanan rakyat (TKR). Karena jembatan itu, merupakan jalur darat yang cukup strategis bagi Belanda, untuk mengirim perbekalan, pasukan maupun kebutuhan lainnya.
Jembatan yang menghubungan dua kabupaten Kulonprogo dan kabupaten Bantul ini sejatinya bisa bisa dijadikan destinasi wisata sejarah. Buktinya, meski sudah berusia puluhan tahun, namun jembatan itu masih berdiri kokoh meski sekarang sudah tidak dipergunakan lagi setelah ada jembatan yang baru.
Namun karena kewenangannya berada di Pemda DIY dan kondisi fisik jembatan yang juga perlu perawatan, maka menurut Drs Sutedjo, Bupati Kulonprogo, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo belum bisa mewujudkan jembatan yang bernilai sejarah tersebut menjadi objek wisata baru.

Bupati Kulonprogo bersama Indroyono Susilo, saat meninjau dan menyaksikan renovasi prasasti jembatan, Jumat (24/9/2021) ini menjelaskan, Jembatan Bantar merupakan bukti nyata perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan sejarah penjajahan Belanda ketika menduduki negeri ini.
“Fakta sejarah tersebut, dinilai bisa menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan baik lokal maupun wisatawan manca negara. Apalagi buat wisata pendidikan dalam rangka mempelajari sejarah, agar pelajar ngerti akan perjuangan bangsa,” terang bupati Sutedjo.
Jembatan Bantar juga memiliki daya tarik yang cukup apik terutama bagi wisatawan manca negara, adanya sejarah perang dunia kedua di lokasi tersebut. Sehingga menarik minat turis (wisatawan) maupun pelajar, untuk mempelajari berbagai sejarah yang menyelimuti infrastruktur yang saat ini masuk cagar budaya tersebut.
Ketenaran Jembatan Bantar kelak kalau bisa jadi objek wisata akan semakin lengkap dengan keberadaan destinasi wisata Towil Fiets yang menawarkan wisata bersepeda keliling desa dengan sepeda onthel. Towil Fiets selama ini sudah sering dikunjungi wisatawan dari berbagai negara.
“Dengan adanya dokumen sejarah dan wisata keliling desa menggunakan sepeda onthel yang dikelola Towil Fiets serta dijadikannya Jembatan Bantar sebagai obwis tentu akan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik untuk mempelajari sekaligus menyaksikan langsung bukti sejarah,” kata Sutedjo.
Menurut Indroyono Soesilo mengatakan, pembangunan Jembatan Bantar sudah menerapkan teknologi modern pada zamannya. Sementara peresmian jembatan yang panjangnya sekitar 108 meter tersebut pada 17 Juni 1929.
Mengacu ‘dokumen’ sejarah yang terpampang di Towil Fiets. Pada kurun Desember 1948 – Juni 1949 di Jembatan Bantar pernah terjadi pertempuran sengit antara Tentara Belanda dengan Gerilyawan TNI untuk memperebutkan posisi strategis jembatan tersebut.
“Pada Serangan Omoem 1 Maret 1949, Menko Polkam Jenderal (Purn) Soesilo Soedarman mengukuhkan Jembatan Bantar sebagai monumen perjuangan dan kami bersama Towil Fiets telah berhasil merenovasi monumen tersebut,” ujarnya. (*)