Home / Panggung

Rabu, 6 Juli 2022 - 19:18 WIB

Jun Kitazawa Mengeksplorasi Sejarah Pendudukan Jepang di Indonesia Lewat ‘Fragile Gift’

NYATANYA.COM, Bantul – Pameran ‘Fragile Gift’ yang diinisiasi oleh Jun KITAZAWA ini, dirancang sebagai sebuah proyek jangka panjang yang akan mengeksplorasi sejarah pendudukan Jepang di Indonesia beserta warisan-warisannya.

Masa pendudukan Jepang terbilang singkat, yakni 3,5 tahun, tetapi menimbulkan trauma yang mendalam bagi masyarakat Indonesia.

Nakajima Ki-43 Hayabusa, pesawat tempur taktis yang digunakan Kekuatan Udara Angkatan Darat Jepang (JAAF) semasa Perang Dunia II, menjadi titik berangkat Jun KITAZAWA untuk membicarakan sesuatu yang seringkali absen dalam narasi sejarah arus utama di Jepang.

Pameran ini merupakan langkah awal bagi proyek ‘Fragile Gift’, yang dibuka 6 Juli 2022 di Galeri Lorong, Nitiprayan, Dukuh III, Jeblog, Tirtonirmolo, Kasihan-Bantul, dan akan berlangsung sampai 2 Agustus 2022.

Pameran ini juga merupakan pameran tunggal pertama Jun KITAZAWA di Indonesia. Sebelumnya, seniman asal Jepang yang kini berdomisili di Yogyakarta ini, pernah mengerjakan sebuah proyek yang diberi tajuk ‘Nowhere Oasis’, yang terinspirasi dari angkringan di Yogyakarta.

Angkringan tersebut diboyong ke Tokyo, berkolaborasi dengan orang-orang Indonesia yang tinggal di sana, mereka membuka warung angkringan di pinggir jalan.

Lewat proyek tersebut, KITAZAWA berupaya memunculkan ‘estetika sehari-hari’ yang dia pandang mulai hilang dari masyarakat Jepang.

Proyek ini mendapat banyak perhatian dari masyarakat Tokyo dan pernah ditampilkan pada salah satu side event Biennale Jogja Equator 5 tahun 2019.

Baca juga   Pagelaran Seni Budaya sebagai Upaya Promosikan Wisata

Pertemuannya dengan orang-orang di Indonesia, termasuk sejumlah orang yang hidup di masa pendudukan Jepang, mendorong KITAZAWA untuk mengerjakan proyek ‘Fragile Gift’ ini.

Dari pertemuan-pertemuan tersebut, KITAZAWA mendapatkan banyak cerita tentang kehidupan di Indonesia, khususnya Jawa pada masa-masa itu.

“Di dalam pameran ini, KITAZAWA menampilkan sejumlah karya, termasuk bagian karya on progress, layang-layang Hayabusa yang rencananya akan diterbangkan di Jepang,” terang kurator pameran, Arham Rahman.

Bagian-bagian dari rencana karya tersebut adalah sebuah potongan sayap, sayap-ekor pesawat, dan ekor layang-layang dengan panjang 30 meter dan lebar 4,5 meter.

“Di atas ekor kain layang-layang tersebut dicetak 61 kutipan pernyataan/kesaksian penyintas atau orang-orang yang pernah hidup di zaman Jepang,” imbuh Arham.

Kutipan-kutipan tersebut dikumpulkan dari berbagai jenis sumber yang tersedia secara daring, yakni kanal-kanal YouTube (wawancara dan dokumentasi media), media massa, dan kutipan dari arsip Tokyo Tribunal.

Adapun gambar dan foto yang dicetak di atas kain yang membungkus potongan sayap serta sayap-ekor pesawat bersumber dari majalah propaganda pemerintah militer Jepang di Indonesia pada masa pendudukan, yakni majalah Djawa Baroe, yang telah diapropriasi oleh KITAZAWA.

Sumber yang sama juga dimanfaatkan dalam membuat sejumlah karya drawing yang turut ditampilkan dari pameran ini.

Selain karya-karya tersebut, KITAZAWA juga menampilkan purwarupa dari layang-layang HAYABUSA.

Layang-layang Hayabusa ini, selain terinspirasi dari pesawat Nakajima Ki-43 Hayabusa yang salah satunya tersimpan di Museum Dirgantara Mandala, Yogyakarta, juga turut mengadopsi konsep bentuk layang-layang raksasa di Bali.

Baca juga   Dansatgas TMMD Kodim 0734/Kota Yogyakarta ke Lapangan Bantu Pekerjaan TMMD ke-121

Beberapa tahun lalu, KITAZAWA sempat berkunjung ke Bali dan menyaksikan sebuah layang-layang yang berbentuk seekor naga.

KITAZAWA menggabungkan konsep dari dua objek tersebut, menghasilkan sebuah bentuk layang-layang dengan badan pesawat Hayabusa dan ekor panjang dari seekor naga dalam mitologi Jawa-Bali.

Nakajima Ki-43 Hayabusa yang sekarang tengah berada di Museum Dirgantara Mandala merupakan satu dari empat pesawat peninggalan Jepang di samping dua pesawat Cureng (Yokusuka K5Y-Shinsitei) dan sebuah pesawat Guntei.

Pesawat tersebut turut dipergunakan saat perang kemerdekaan setalah sayap-ekornya diberi lambang merah putih.

Pesawat tersebut telah berada di Indonesia selama kurang lebih 80 tahun, menjadi saksi sejarah zaman pendudukan Jepang sekaligus saksi bagi relasi dua negara pasca-kemerdekaan hingga sekarang.

Proyek ‘Fragile Gift’ berkepentingan untuk membawa kembali Ki-43 Hayabusa ke Jepang secara simbolis dalam bentuk layang-layang.

“Ia kembali dalam wujud yang berbeda dengan segala beban sejarah yang dipikulnya,” pungkas Arham.

Proyek ini juga diharapkan dapat menjadi proyek kolaborasi, di mana orang-orang dari Indonesia dan Jepang bisa saling berdialog tentang hubungan di masa lalu yang pahit sembari membayangkan masa depan semacam apa yang bisa dibentuk secara bersama-sama.

(*/N1)

Share :

Baca Juga

Yusman bersama Patung Soekarno yang masih dalam proses finishing. Foto: Ist

Panggung

Patung Soekarno Karya Yusman Jadi ‘Tetenger’ di Pos Lintas Batas Negara
Foto bersama panitia JSSP 5, seniman, dan pemenang lomba di malam penutupan Jogja Street Sculpture Project 5 di Pendhapa Art Space, Sabtu (28/10/2023). Foto: Dok.JSSP 5

Panggung

Meriahnya Penutupan Pameran JSSP 5, Ini Pemenang Lomba Foto dan Video JSSP 5
Ndarboy bertemu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Foto: Humas Jateng)

Panggung

Ndarboy Merinding Saat Tau Ganjar Pranowo Mengidolakannya
Karya Albert Yonathan Setyawan, Cosmic Labyrinth: A Silent Pathway, 2012-2013, terracotta, 1000 × 1000 × 30 cm (1628 pcs). Foto: Dok Mizuma

Panggung

Seniman Keramik Kontemporer Albert Yonathan Setyawan Pameran Tunggal ‘Capturing Silence’ di JNM
Pamungkas: A Day in Yogyakarta. Foto: Dok.Hectic Creative/Sigit Tri Wibowo

Panggung

Hectic Creative Simfonikan Pamungkas dengan Orkestra di Collabonation “Pamungkas: A Day in Yogyakarta”
Artwork Semoga. Foto: Agib Tanjung

Panggung

Atmojo, Sisi Baru Kakung Triadmojo Rilis Lagu Baru “Semoga”
Pagelaran Sabang Merauke - Premiere with Live Performance. Foto: Dok.iForte

Panggung

Nonton yuk, Pagelaran Sabang Merauke – Premiere with Live Performance di Djakarta Theater 3 – 5 Juni 2022
Pameran seni rupa Gegandengan dalam Suluh Sumurup Festival di Taman Budaya Yogyakarta. Pameran digelar selama 8 hari mulai 14 sampai 22 September 2023.

Panggung

Suluh Sumurup Art Festival, Tampilkan karya Perupa Disabilitas dalam Pameran Gegandengan di TBY