NYATANYA.COM, Sleman – Kepolisian Resor (Polres) Sleman, Jumat (2/12/2022) menggelar rekonstruksi kasus dugaan penganiayaan yang menimpa korban Basilius Agung Wibowo.
Kasus ini sempat mengambang hampir 3 tahun tidak ada tindaklanjut proses hukumnya, namun usaha korban agar mendapatkan keadlian hukum yang tak pernah patah arang akhirnya berbuah manis. Proses hukum kembali dlanjutkan.
Reka ulang kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh adik kandung korban beserta suami serta anaknya pada tahun 2019 silam digelar di halaman Mapolres Sleman.
Akibat dari penganiayaan tersebut korban mengalami luka serius di wajah dan kepala sekaligus mendapatkan visum dari rumah sakit sebagai bukti kuat korban melaporkannya kepada polisi.
Dalam rekonstruksi itu, polisi juga menghadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal itu dilakukan untuk melengkapi berkas pemeriksaan yang bisa digunakan JPU dalam menyusun surat dakwaan terhadap para tersangka sebelum maju ke persidangan.
Namun demikian, selama jalannya proses reka ulang adegan, korban menilai banyak kejanggalan yang terjadi.
Menurutnya kejanggalan yang paling mendasar adalah ditetapkannya ibu kandung korban sebagai tersangka dalam kasus yang dilaporkannya sesuai pasal 170 KUHP tentang penganiayaan disertai pengeroyokan.
“Saya menilai kasus ini penuh rekayasa. Rekontruksi ini membuat saya kaget karena yang menjadi tersangka dalam kasus ini justru ibu kandung saya yang jelas-jelas bukan beliau yang ada dalam laporan. Laporan sesuai LP adalah 3 orang masing-masing adik kandung saya beserta suami dan anaknya. Kenapa kok ibu saya menjadi tersangka dan para pelaku malah statusnya sebagai saksi?” terang Basiulius Agung meninggi.
Dalam reka adegan kali ini polisi akhirnya membuat dua versi mengingat antara korban dan para saksi memiliki pengakuan yang berbeda.
“Ada saksi netral yang tak lain adalah bukan keluarga yang memberikan keterangan sesuai fakta. Namun para saksi tidak mengakui,” sambung Agung.
Basilius Agung menyatakan keheranannya dengan ditetapkannya ibu kandungnya sebagai tersangka atas penganiayaan terhadap saya, padahal sejatinya para pelakunya adalah ketiga saksi tersebut.
“Hal ini menunjukkan adanya rekasa, kasus pasal 170 KUHP berupa penganiayaan disertai pengeroyokan diarahkan menjadi pasal 351 KUHP,” imbuh Agung.
Kendati beberapakali sempat ada selisih paham antara saksi dan korban, pihak kepolisian Polres Sleman tetap berupa memfasilitasi dan secara terbuka memberikan kesempatan kedua pihak untuk memberikan kesaksiannya.
(*/N1)