NYATANYA.COM, Yogyakarta – Hasil evaluasi dua minggu tanpa karantina di Bali menunjukan jumlah wisman meningkat dengan positivity rate yang rendah dan tidak terjadi peningkatan kasus di Bali.
Berdasarkan hasil evaluasi karantina pemantauan kesehatan satu hari di Jakarta juga menunjukan positivity rate entry test kurang dari lima persen.
“Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan tanpa karantina di Bali dan karantina 1 hari di Jakarta yang berjalan baik, kita akan usulkan besok pada rapat kabinet terbatas, kebijakan tanpa karantina diberlakukan di seluruh Indonesia,” ucap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) RI Luhut Binsar Pandjaitan pada video conference (vidcon) terkait evaluasi PPKM Jawa-Bali, secara daring pada Minggu (20/3/2022) malam.
Luhut menjelaskan, adapun entry test tetap dilakukan di bandara, para Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) menunggu hasil tes negatif di hotel, apartemen atau rumah.
Sedangkan kewajiban exit test hari ke-3 di Bali ditiadakan, PPLN dihimbau melakukan tes mandiri dan melaporkan kondisi kesehatan ke faskes terkedat.
Disampaikan olehnya, bahwa untuk kasus konfirmasi nasional sudah turun sembilan puluh satu persen. Berdasarkan asesmen pada 18 Maret, Daerah Istimewa Yogyakarta turun ke level 3.
Selain itu, tedapat 20 Kabupaten/Kota yang turun ke level 2 dan ada 2 Kabupaten/Kota yang turun ke level 1 yaitu kabupaten Pangandaran dan Kabupaten Tuban.
“Saya kira, kalau saya lihat semua provinsi telah mengalami penurunan,” kata Luhut.
Meskipun demikian, Luhut menekankan supaya active case surveillance, testing, dan tracing harus kembali diperkuat serta akselerasi vaksinasi lengkap dan booster, terutama untuk lansia di daerah Jawa Bali masih terus harus dikejar.
Diharapkan vaksinasi booster di daerah Jawa Bali mencapai 30% sebelum lebaran. Untuk laju vaksinasi Jawa Bali saat ini, minggu ke-III Maret 2022 mencapai sekitar 1.05 juta suntikan per minggu.
Luhut kembali menegaskan, “Adapun target laju vaksinasi booster (all) harus ditingkatkan hingga 4x lipat atau 4,17 juta per minggu atau 595 ribu per hari,” tegasnya.
Luhut mengatakan penelitian waste water surveillance di DIY oleh tim UGM akan diusulkan. Dimana waste water surveillance oleh tim UGM ini dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi secara dini penyebaran kasus. Luhut pun meminta kepada Menteri Kesehatan supaya dapat menindaklanjutinya.
Pada kesempatan yang sama, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji mewakili Wakil Gubernur DIY, melaporkan dari Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta bahwa angka kematian di Yogyakarta memang masih cukup tinggi.
“Dari catatan yang kami terima karena terlambat masuk rumah sakit, karena kejadiannya masyarakat itu kalau terkena Covid itu cukup isoman di rumah, sementara ada beberapa orang yang tidak memahami bahwa mereka memiliki komorbid sehingga terlambat masuk ke rumah sakit,” terangnya.
“Berdasarkan catatan kami, sebagian besar yang meninggal itu rata-rata karena komorbid hipertensi, sementara kalau dari sisi usia yang terbesar itu diatas lima puluh tahun,” jelasnya.
Sementara dilaporkan kasus kematian pada anak-anak tidak ada dikarenakan usia yang masih muda.
Menanggapi hal tersebut, Luhut meminta supaya tidak bosan melakukan sosialisasi bagi penderita komorbid. Atas arahan Menko Marves tersebut, Sekda DIY akan melakukan sosialisasi terus menerus.
Dikatakan pula oleh Aji, bahwa Pemerintah Daerah siap untuk mendukung penelitian yang dilaksanakan oleh UGM tentang waste water surveillance, siap mengantar dan mendukung untuk melaksanakan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(N1)