NYATANYA.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan AM, selaku Direktur Utama PT Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM) sebagai tersangka kasus korupsi pada pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen 2017 sampai dengan 2020.
Penetapan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-50/F.2/Fd.2/08/2022 tanggal 11 Agustus 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: TAP-46/F.2/Fd.2/08/2022 tanggal 11 Agustus 2022.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, tersangka AM dilakukan penahanan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keteranganya, Kamis (11/8/2022).
Tersangka AM ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat selama 20 hari terhitung sejak 11 Agustus 2022 sampai dengan 30 Agustus 2022.
Sumedana menjelaskan, kasus ini berawal pada Oktober 2017, PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) yang merupakan anak perusahaan PT Taspen (persero) melakukan investasi pada Medium Term Note (MTN – Surat Utang Jangka Menengah) PT Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM) yang tidak memiliki rating (noninvestment grade) melalui Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen senilai Rp150 miliar.
Bahwa dalam menawarkan MTN ke Taspen Life, tersangka HS (Beneficial Owner PT PRM) dan tersangka AM (Direktur Utama PT PRM) telah menyajikan laporan keuangan perusahaan PT PRM yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya agar laporan keuangan PT PRM terlihat baik.
Investasi MTN PT PRM yang dilakukan oleh Taspen Life tersebut menyalahi Peraturan OJK No. 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dan Kebijakan Investasi Taspen Life.
Hal ini dikarenakan MTN PT. PRM tersebut belum memiliki peringkat investment grade yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat efek yang diakui oleh OJK.
“MTN maupun KPD tidak termasuk Instrumen Investasi yang diperkenankan dalam portofolio investasi Taspen Life,” terang dia.
PT PRM selaku penerbit MTN tidak memiliki fundamental keuangan yang baik, yakni dengan tingkat Dept Equity Ratio (DER-rasio utang terhadap modal) kurang dari satu.
Dalam pelaksanaannya, jelas Sumedana, ternyata dana investasi MTN oleh PT PRM tidak dipergunakan oleh tersangka AM sebagaimana rencana awal penerbitan MTN, yaitu untuk modal usaha dan pembayaran hutang dipercepat sebagaimana tercantum dalam memorandum informasi MTN.
Melainkan dana MTN tersebut diserahkan penggunaannya kepada tersangka HS untuk kepentingan pribadi dan perusahaan lain di bawah holding PT. Sekar Wijaya milik tersangka HS.
Hal ini mengakibatkan MTN PT PRM mengalami gagal bayar dengan total kewajiban yang belum terbayarkan kurang lebih sebesar Rp161,629,999,568.
Terkait dengan investasi MTN PT PRM tersebut, tersangka AM menerima aliran dana sebesar Rp750.000.000.
Upaya penyelesaian pembayaran kewajiban MTN dilakukan dengan penjualan tanah agunan. Namun dana yang dipergunakan untuk pembayaran tanah jaminan tersebut adalah dana milik PT Asuransi Jiwa Taspen yang di-subscribe melalui beberapa reksa dana yang kemudian dana tersebut digunakan seolah-oleh untuk membeli tanah jaminan MTN.
Akibat dari penyimpangan investasi PT Asuransi Jiwa Taspen pada MTN PT PRM melalui KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Manajemen sebagaimana tersebut, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp133.786.663.996.
Perbuatan tersangka AM disangkakan melanggar pasal yaitu Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dengan ditetapkannya tersangka baru, maka jumlah tersangka dalam perkara itu menjadi tiga orang yaitu AM, MS dan HS. Dimana perkara tersangka MS dan HS masih dalam tahap pemberkasan.
(*/N1)
Sumber: InfoPublik.id