NYATANYA.COM, Jakarta – Kementerian Kesehatan akan merevisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 tahun 2018 tentang urun biaya dan selisih bayar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal tersebut dipaparkan Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR RI bersama BPJS Kesehatan dan DJSN di Jakarta, Selasa (25/1/2022).
“Langkah tersebut sebagai salah satu tindak lanjut arahan Komisi IX DPR pada pertemuan sebelumnya yang meminta Kemenkes melakukan peninjauan manfaat JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan (KDK), dan diselaraskan dengan rancangan peta jalan program jaminan sosial 2021-2024,” kata Menkes.
Menkes Budi menjelaskan, nantinya akan diatur terkait urun selisih biaya antara BPJS Kesehatan dengan asuransi swasta atau asuransi kesehatan tambahan (AKT) yang dimiliki peserta.
“Bagi peserta yang memiliki AKT ada pengaturan baru, yakni dibuka ruang negosiasi antara AKT dan provider untuk pelaksanaan urun biayanya, misalnya jika peserta ingin kenyamanan rawat inap naik ke VIP,” imbuh Menkes Budi.
Lebih lanjut Menkes mencontohkan, misalnya peserta BPJS Kesehatan mendapat operasi usus buntu ringan dengan biaya Rp7.299.500, jika ingin naik ke kelas rawat VIP dan negoisasi selisih biaya disepakati 100 persen dengan total tagihan Rp14.599.000, maka yang akan dibayar BPJS Kesehatan RP7.299.500 dan dibayar AKT RP7.299.500
“Mekanisme kombinasi dari benefit ini yang akan kita buat aturannya, sehingga bisa mengefisienkan biaya yang akan dikeluarkan peserta,” lanjut Menkes.
Selain itu, untuk menyelaraskan dengan program JKN dan BPJS Kesehatan, Kemenkes akan melakukan pengendalian dan memantau sejumlah pelayanan yang berpotensi fraud dengan mengembalikan layanan sesuai standar, mengendalikan utilitasi yang berlebihan, mengurangi tindakan yang tidak dibutuhkan dan berpotensi inefisiensi juga mengurangi fragmentasi layanan.
Pihaknya juga akan fokus pada peningkatan upaya promotif dan preventif melalui imunisasi dan deteksi dini penyakit katastrofik. Beban penyakit tersebut kata dia, makin lama semakin meningkat, dan menyebabkan penderitaan masyarakat karena menjadi tidak produktif.
Dari hasil analisa BPJS Kesehatan, penyakit katastrofik seperti jantung membebani negara Rp10 triliun, stroke Rp2,7 triliun dan gagal ginjal Rp2,3 triliun.
“Penyakit penyakit ini sebenarnya bisa dicegah melalui tindakan promotif dan preventif untuk mendorong masyarakat hidup lebih sehat,” tutup Menkes.
(*/N1)
Sumber: InfoPublik.id