NYATANYA.COM, Kendari – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui Balai Penegakkan Hukum (Balai Gakkum) Wilayah Sulawesi, berhasil mengungkap kasus perusahan tambang nikel ilegal, yakni PT BMN di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
“Kami kembali berhasil mengungkap kasus mengerjakan, menggunaan kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan pertambangan ilegal,” ujar Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Dodi Kurniawan, dalam keterangan resminya seperti dikutip dari InfoPublik.id, Jumat (18/11/2022).
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi mengatakan, penindakan terhadap pengunaan Kawasan hutan secara tidak sah untuk kegiatan tambang ore nikel ilegal itu berawal dari operasi gabungan pengamanan hutan pada 11 Agustus 2022 oleh Gakkum KLHK wilayah Sulawesi bersama dengan Kepolisian Daerah (Polda) Sultra dan Brimob Polda Sultra.
Tim berhasil mengamankan barang bukti berupa satu karung sampel ore nikel hasil penambangan illegal, satu unit excavator dan satu unit mobil Toyota Hilux double cabin, yang saat ini dititipkan di kantor Rupbasan (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara) Kota Kendari, serta menetapkan Direktur PT BMN berinisial FKR (35) sebagai tersangka.
“Pertambangan itu telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di Kawasan Hutan Produksi Komplek Hutan Lasolo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara,” katanya.
Menurut Dodi, berkas Perkara Penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi telah dinyatakan lengkap (P.21) oleh Jaksa Penuntut Umum pada 9 November 2022 dan tersangka FKR serta barang bukti telah diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksanaan Tinggi Sulawesi Tenggara.
FKR dijerat pidana pasal 78 ayat (2) Jo pasal 50 ayat (3) huruf “a” UU nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan sebagaimana telah diubah dalam pasal 36 angka 19 pasal 78 ayat (2) Jo pasal 36 Angka 17 pasal 50 ayat (2) huruf “a” Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja dan/atau pasal 89 ayat (1) huruf b dan/atau pasal 91 ayat (1) huruf a Jo pasal 17 ayat (1) huruf a dan d Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah dalam pasal 37 angka 5 pasal 17 ayat (1) huruf d Undang- Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Atas kejahatan ini tersangka FKR diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar,” tegas dia.
Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan, penindakan terhadap tersangka ini bentuk keseriusan dan komitmen Gakkum KLHK untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan.
Sebab, kerusakan lingkungan hidup dan kehutanan merupakan kejahatan serius dan luar biasa karena merusak ekosistem, mengganggu kesehatan masyarakat dan merampas hak-hak warga negara untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta menimbulkan kerugian negara.
“Sekali lagi kami harapkan penangan kasus ini akan menjadi pembelajaran bagi pelaku kejahatan lainnya. Kami tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan yang sudah merusak lingkungan, menyengsarakan masyarakat dan merugikan negara,” pungkas Rasio Sani.
(*/N1)