NYATANYA.COM, Gunungkidul – Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) tanpa pesangon masih banyak terjadi dan menimpa beberapa karyawan.
Banyak ragam cerita dan alasan yang disampaikan terkait pemutusan hubungan kerja. Mayoritas dampak pandemi Covid-19 tetap menjadi topik utama.
Hal ini lah yang kini juga disinyalir terjadi dan dialami sejumlah karyawan PT Woneel Midlas Leathers yaitu perusahaan modal asing yang berlokasi di Bangunsari, Semin, Gunungkidul.
Beberapa karyawan pabrik yang bergerak dalam bidang pembuatan sarung tangan itu telah memberhentikan hubungan kerja terhdap karyawannya akibat dampak pandemi serta sepinya permintaan pasar.
Namun demikian solusi pemberhentian hubungan kerja yang diambil ternyata memunculkan banyak konflik.
Hal ini terkait ada beberapa karyawan yang diberhentikan tidak memperoleh pesangon, kalaupun beberapa diantaranya yang mendapatkan pesangon tidak sesuai dan dinilai telah melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan RI, karena jumlah pesangon yang diterima tidak sepadan dengan masa kerjanya.
Saat dilakukan penulusuran di lapangan (pabrik), beberapa karyawan mengakui jika perusahaan tempatnya bekerja memang telah mengurangi jumlah karyawan mencapai kurang lebih 500 orang dari jumlah total karywan sebanyak 1.600 orang dalam kurun satu tahun (2022).
“Bahkan dalam 2 bulan terakhir, yaitu sejak bulan Oktober 2022, perusahaan telah memutuskan untuk mengurangi jam (waktu) kerja. Sebelumnya jam (waktu) kerja yaitu Senin hingga Jumat dalam sepekan. Namun sejak ada pemutusan hubungan kerja, karyawan yang tidak menerima PHK bekerja hanya 4 hari dalam sepekan, yaitu Senin sampai Kamis saja,” terang salah satu karyawan yang enggan disebut namanya.
Dirinya juga tidak menampik merasa kasihan kepada beberapa rekan kerjanya yang saat ini sudah di PHK dan sebagian tidak menerima pesangon dari perusahaan.
“Kondisi perusahaan tengah tidak membaik. Orderan menurun, begitu informasi yang kami terima. Sehingga kami tidak mampu berbuat atau menuntut apa-apa dari perusahaan,” imbuhnya.
Sementara, waktu kerja selama 4 hari dalam sepekan yang diputuskan perusahaan juga menuai kritik dari karyawan, karena dinilai sebagai upaya untuk memotong gaji.
Gaji yang diterima sesuai UMR awalnya sebesar Rp1.950.000 dan sejak waktu kerja 4 hari kini gaji yang diterima mengalami pemotongan.
Tak ayal, suasana perusahaan yang pada haru Jumat biasanya hingar-bingar oleh kesibukan karyawan kini nampak sepi. Pada hari Jumat hanya tak kurang 100 karyawan saja yang bekerja, yang tak lain karyawan yang bertugas di bagian finishing.
“Kami hanya berharap, pihak perusahaan memahami dan mengerti untuk dapat memberikan hak-hak kami dan teman-teman kami yang telah di putus hubungan kerjanya. Diberikan pesangon sesuai aturan yang ada, serta kembalikan waktu kerja seperti semula,” pungkasnya.
(*/N2)