NYATANYA.COM, Yogyakarta – Ketika masih usia kanak-kanak, sudah barang tentu kerap mendapat pertanyaan jika sudah dewasa nanti ingin jadi apa atau bercita-cita apa. Berbagai jawaban serta pilihan keluar dari mulut anak-anak tersebut. Ada yang ingin menjadi dokter, polisi, pelukis, hingga tentara.
Profesi atau pekerjaan menjadi tujuan ataupun cita-cita yang didambakan saat masih muda untuk dapat mencapainya. Selain dibutuhkan usaha dan kerja keras untuk mencapai cita-cita tersebut, semua orang juga dituntut untuk memahami ilmu atau wawasan yang dibutuhkan untuk profesi dan pekerjaan yang diidam-idamkan.
Dan bukan saja ketika masih kanak-kanak, bahkan hingga menginjak remaja salah satu profesi yang paling banyak diminati adalah menjadi seorang tentara. Selain memiliki penampilan yang gagah dan elok, menjadi seorang tentara pun bukanlah pekerjaan yang mudah. Dibutuhkan fisik dan mental yang kuat serta siap agar mampu lolos seleksi menjadi seorang tentara, karena tidak hanya mengandalkan kemampuan fisik, menjadi tentara pun harus memiliki wawasan yang luas.
Sementara, menjadi seorang TNI ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mendaftarkan diri. Syarat-syarat yang telah ditentukan wajib untuk dipenuhi oleh seorang pendaftar salah satunya haruslah sehat jasmani dan rohani. Karena pelatihan dan tugas yang akan diemban cukup berat, maka kebugaran fisik dan kesehatan mental mutlak harus dijaga untuk bisa menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Hal ini seperti ungkapkan oleh Letkol Suharto, bahwasannya untuk menjadi seorang tentara harus memiliki kesehatan yang baik serta mental yang baik pula. Tak heran seseorang yang ingin menjadi tentara harus dan wajib mengikuti tes dan seleksi yang teramat ketat. Selain pengetahuan dan wawasan yang diseleksi, tahapan demi tahapan terkait kesehatan juga diperiksa secara detail.
Dan untuk menjadi seorang TNI juga dibutuhkan mata yang sehat dan tajam agar mampu bertugas dengan baik, sehingga kondisi mata tidak boleh ada kelainan, baik minus atau bahkan sampai mengalami buta warna.
“Sehat mata dan tidak buta warna adalah syarat mutlak yang tak bisa ditawar,” kata Letkol Suharto.
Dengan persyaratan tersebut tak ayal banyak orang yang memiliki cita-cita menjadi tentara merasakan impiannya telah pupus. Tidak sedikit ketika menjalani tes kesehatan gigi, telinga, jantung dan lain-lain mendapatkan nilai baik. Namun pada tes kesehatan mata harus menerima kenyataan dinyatakan tidak lolos alias gagal, karena mengalami buta warna.
Berbagai upaya ditempuh oleh peserta seleksi maupun orangtuanya untuk mendapatkan kesembuhan, agar dapat mengikuti seleksi pada kesempatan berikutnya. Tapi kenyataannya tidak mendapatkan hasil sesuai harapannya. Justru biaya yang dikeluarkan telah cukup banyak.
Dari fenomena itu, salah satu klinik pengopbatan herbal bernama Klinik Teraphy Banyu Urip yang berlokasi di Jalan Selokan Mataram, Karanganyar, Mlati, Sleman tiba-tiba menjadi heboh dan viral. Sederet penderita buta warna yang sebelumnya pernah mengalami kegagalan dalam seleksi tentara dan polisi dinyatakan sembuh total dan kemudian memberikan bukti pada seleksi kedua atau ketiga lolos menjadi tentara dan polisi usai menjalani terapi di klinik Banyu Urip.
Sang terapis, sekaligus pendiri klinik herbal tersebut adalah seorang pensiuanan tentara. M Syamsul Arifin merasa terpanggil untuk membantu anak-anak muda yang bercita-cita ingin menjadi tentara namun memiliki kelemahan buta warna. Dan terbukti sudah tak terhitung pasiennya yang kembali pulih dan sembuh total disertai hasil keterangan dokter usai terapi di klinik miliknya.
Mendapat dan mendengar kabar itu, Letkol Suharto pun turut merasakan bangga dan salut atas kegigihan pensiunan tentara yang kini mengabdikan diri di dunia kesehatan bagi masyarakat.
“Ditengah kegelisahan anak-anak muda yang ingin jadi tentara atau polisi tapi mengalami buta warna sehingga memupuskan harapannya, kini dengan adanya pengobatan herbal di klinik Banyu Urip motivasi dan semangat mereka yang pernah gagal kembali berkobar,” sambung Letkol Suharto.
Letkol Suharto pun mewanti-wanti agar peserta seleksi yang pernah gagal saat tes karena buta warna untuk terus semangat. Apalagi saat ini sudah ada solusi untuk terus berikhtiar.
“Harus pintar-pintar memilih terapis pengobatan alternatif. Sarannya cari yang sudah memiliki bukti dan fakta hasil kesembuhannya. Dan bisa jadi klinik tersebut dengan sederet buktinya bisa dijadikan refensi,” katanya. (N2)