NYATANYA.COM, Yogyakarta – Di tengah kasus Covid-19 yang terus meningkat, membuat fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) semakin dipadati masyarakat. Peningkatan ini pun menimbulkan permasalahan lain yang harus diperhatikan, yaitu banyaknya timbunan limbah medis.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Puskesmas se Kota Yogyakarta melakukan monitoring dalam memilah limbah medis tersebut.
Analis Lingkungan Hidup DLH Kota Yogyakarta Novita kuswandari mengatakan, bagi yang tidak bisa mengolah sendiri limbah medis infeksiusnya maka DLH Kota Yogyakarta bekerjasama dengan pihak ketiga dalam transporter dan pengolah limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) medis yang sudah berizin Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK).
“Untuk limbah medis Covid-19 fasyankes baik rumah sakit, rumah sakit rujukan Covid-19, puskesmas, klinik, laboratorium uji deteksi Covid-19, Rusunawa Bener, maupun limbah medis Covid-19 dari uji deteksi covid seperti tes swab PCR, rapid antigen, genose bisa dibantu pihak ketiga dalam mengolah limbah B3 tersebut. Sampai saat ini yang memiliki Incinerator adalah RSUD dan RS Dr. soetarto, namun rumah sakit juga bisa memusnahkan sendiri limbah medis infeksiusnya,” ungkapannya.
Untuk diketahui, limbah medis ialah segala jenis sampah yang mengandung bahan infeksius (atau bahan yang berpotensi infeksius). Jadi perlu penanganan khusus dalam mengolah limbah medis tersebut.
Ia menambahkan, untuk pasien isoman di rumah dari DLH Kota Yogyakarta meminta kerjasamanya dalam pemilihan dan pengolahan limbah medis. Masyarakat bisa bertanya melalui puskesmas terdekat untuk mengelolanya.
Sebab sampai saat ini DLH Kota Yogyakarta belum memiliki sarana prasarana sehingga diharapkan sementara limbah medis bisa dikelola di bantu oleh fasyankes yang ada di Kota Yogyakarta.
Masyarakat tak perlu khawatir, dalam mengolah limbah B3 medis infeksius dipilah dari sumbernya per masing-masing unit penderitanya.
“Untuk pasien positif Covid-19 baik limbah medis infeksius atau limbah sisa makanan atau yang tersentuh pasien langsung dimasukkan ke tempat sampah medis berwarna kuning. Sedangkan limbah dari petugas berupa APD sekali pakai langsung masuk plastik kuning, namun limbah makanan dari petugas masuk ke sampah rumah tangga atau domestik dengan tetap di desinfeksi sebelum dibuang,” jelasnya.
Hal ini di harapkan dapat membantu agar tidak terjadinya penyebaran virus Covid-19. Untuk tempat pembuangan khusus limbah medis, Pemkot Yogyakarta belum ada depo (tempat sambah husus), jadi masih melalui pihak ketiga yang berizin dari KLHK untuk pengangkutan dan pengolahan limbah medis.
“Kalau dengan pihak ketiga yang berizin dari KLHK asal anggaran atau pembiayaan masih tetap berjalan maka akan lancar dalam mengelola limbah medisnya, termasuk yang diolah dengan incenerator bagi fasyankes yang sudah memiliki alat tersebut,” Kata Novita.
Novita menambahkan, limbah medis tersebut dapat dimusnahkan dengan cara dibakar pada suhu minimal 800 derajat, untuk suhu 1200-1500 derajat harus dilakukan dengan incenerator. Kemudian abu hasil pembakaran disimpan ke wadah khusus yang kedap air, kemudian dikerjasamakan dengan pihak ketiga yang berizin dari KLHK.
“Biasanya abu di sanitary landfill atau dikubur. Masyarakat yang menjalankan isoman dapat memilah jangan sampai limbah medis tercampur dengan sampah domestik,” ungkapannya.
Harapannya dengan upaya yang dilakukan dapat membantu fasyankes dan masyarakat dalam mengelola limbah medis saat isoman ataupun berada di rumah sakit.(*)