NYATANYA.COM, Yogyakarta – Salah satu usulan yang diajukan oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas adalah mensyaratkan mobil dengan kapasitas di bawah 2.000 cc sebagai pemakai pertalite.
Pasalnya, mobil di atas 2.000 cc dianggap sebagai kendaraan mewah yang tidak berhak mendapatkan subsidi bahan bakar dari pemerintah.
Usulan itu dikritik oleh pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi.
Menurut Fahmy, wacana pengecualian bagi mobil 2.000 cc ke atas tidak menjamin BBM bersubsidi akan tepat sasaran.
Sebab, menurut dia, tidak sedikit kendaraan roda empat 2.000 cc yang harganya murah karena usianya yang tua.
“Kalau seperti itu, banyak juga pemilik mobil tua 2.000 cc ke atas yang harganya murah. Pemiliknya seharusnya berhak memperoleh subsidi, tetapi karena mobil yang dimiliki 2.000 cc ke atas maka dia tidak memperoleh subsidi,” kata Fahmy.
Sebaliknya, kata dia, pemilik mobil mewah justru menjadi berhak karena kapasitas mobilnya 1.500 cc.
Oleh karena itu, kriteria konsumen yang berhak menerima subsidi BBM perlu dimatangkan kembali selama masa uji coba penggunaan MyPertamina.
“Jangan sampai karena kriterianya tidak tepat, yang seharusnya tidak berhak (mendapat subsidi BBM) justru menjadi berhak,” ucap Fahmy.
Ia menyadari bahwa pembelian BBM bersubsidi perlu dibatasi mengingat beban APBN untuk subsidi BBM sangat besar atau mencapai sekitar Rp502,4 triliun.
Berdasarkan data PT Pertamina, 60 persen penyaluran subsidi BBM tidak tepat sasaran.
“Kita semua sepakat bahwa beban APBN untuk subsidi dan kompensasi sudah sangat besar sekitar Rp502,4 triliun sehingga harus dibatasi,” kata dia.
Selain itu, ia berharap masa persiapan penggunaan aplikasi MyPertamina maupun web MyPertamina sebagai syarat membeli BBM bersubsidi perlu diperpanjang karena belum semua pemilik kendaraan roda empat bisa mengakses aplikasi atau website Pertamina.
(*/N1)