NYATANYA.COM, Yogyakarta – Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko tentu bukan tiba-tiba datang ke Yogyakarta. Seperti yang dilakukan belum lama ini, Moeldoko bertemu dengan sejumlah pelaku seni.
Dalam suasana santi sembari ngopi di pinggir sawah, Moeldoko mendengarkan keluh kesah para seniman. Ada Ndarboy, Alit Jabang Bayi, dan Paksi Raras Alit.
Obrolan ini kemudian diunggah di channel Dr Moeldoko pada Minggu (19/6/2022) lalu dan sudah ditonton lebih dari 92 ribu kali.
Moeldoko membuka perbincangan dengan menanyakan kondisi para seniman dalam situasi sulit selama pandemi Covid-19.
“Kalau dari seniman-seniman, karena sekarang youtube dan platform digital sangat membantu jadi kita sering diskusi bareng bagaimana menyampaikan karya-karya kita untuk bisa mendapatkan royalti di luar panggung dan di luar kegiatan event,” ujar Ndarboy, seperti dilihat Rabu (22/6/2022).
Para YouTuber yang menekuni aksi cover lagu perlu mengetahui bagaimana cara menggunakan lagu orang di YouTube sesuai ketentuan hukum.
Termasuk cara izin cover lagu di YouTube yang berhubungan dengan hak Cipta dan ada aturannya dan dapat berdampak pada hasil monetisasi.
“Mungkin yang lebih menyedihkan lagi adalah para kru dan vendor temen-temen pekerja event yang mungkin lebih berdampak, karena tidak bergerak dan tidak mendapatkan royalti. Kalau dari seniman ke penyanyi khususnya pencipta malah menguntungkan karena orang lebih banyak kangen nggak nonton konser jadi nonton streaming. Jadi viewer-nya lebih naik,” ujar Ndarboy.
Dengan perkembangan teknologi, berbagai aspek lebur dalam satu situasi dan ‘musuh’ utama adalah kekurangan paham atas apa yang terjadi di dunia seni musik atas perkembangan teknologi.
“Mengenai pengcoveran lagu mungkin butuh undang-undang, jadi kita bisa maju somasi dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Artinya sebuah karya itu kan intelektual juga. Sebetulnya seorang pencipta yang baik itu juga harus bisa men-delivery-kan ke lembaga seperti WAMI (Wahana Musik Indonesia) jadi bisa kolaborasi performing req, dimana dinyanyikan oleh orang lain untuk dijadikan konten dan itu dapat sinkronisasi sama publisher,” kata Ndarboy.
Cuma kendalanya, masih menurut Ndarboy, ada beberapa cover yang rezekinya lancar pakai lagu itu dan kita hanya dapat dari sinkronisasi.
“Mereka sebenernya enggak izin, manggung enggak izin juga, sedangkan mereka manggung dengan nominal sebesar itu memakai lagu orang,” sambungnya.
Menurut Ndarboy gertak di sosmed atau somasi secara lisan hanya menghasilkan rembuk kekeluargaan, sehingga perlu diatur dengan undang-undang biar bisa di collab dengan WAMI pun bisa lebih transparansi lagi.
“Musisi itu kalau menciptakan lagu hanya bisa membuat fingerprint nya pak jadi kalau ada orang yang memakai lagu kita, kita dapet cuma dua sampai empat persen. Dan ternyata sekarang ada yang lebih marak lagi pak, jadi judulnya diganti seperti mendung tanpa udan 1, 2 dst,” ujar Ndarboy.
Mengenai fenomena tersebut Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sangat peduli dengan musisi dan fenomena yang dialami saat ini.
“Terkait peng-cover-an lagu yang belum dilindungi oleh undang-undang, ini juga bisa saya bicarakan di teknokrat pemerintah, karena mau tidak mau memang harus ada sebuah apresiasi karena orang membuat prestasi itu bukan begitu saja datang, ada sebuah upaya dan effort yang kuat ini perlu dihargai. Saya juga memahami bagaimana seniman-seniman muda perlu lebih kreatif agar bisa survive, dan saya sangat peduli dengan kondisi para musisi-musisi kita,” beber Moeldoko.
Sementara itu, Alit Jabang Bayi, yang dikenal sebagai MC menyampaikan bahwa pekerja event apalagi saat off air tidak ada panggung atau pertunjukan akhirnya beralih menjadi entrepreneur, jualan apapun.
Jadi keadaan ini bisa membuat mereka berpikir untuk improve bagaimana caranya bisa bertahan.
“Makanya banyak teman-teman yang akhirnya membuka usaha dadakan,” ujarnya.
Menurut Alit, ketika harus seperti ini selain harus pintar-pintar mencari peluang.
Di kesempatan yang sama, musisi, aktor, sutradara, penulis sekaligus pegiat sastra dan budaya, Paksi Raras Alit juga menyampaikan pandangannya dalam podcast tersebut.
Paksi mengatakan tantangan pandemi ini memang luar biasa, dimana teman-teman tradisional terkena imbas menjadi serba susah, ruangnya tertutup dan untuk ekspresi seninya juga membuat para seniman kebingungan.
“Untuk teman-yang bisa merekayasa produk-produk seninya seperti mas Ndarboy dan generasi yang lebih akrab dengan teknologi, menemukan peluang baru dengan menunjukan pertunjukan virtual, panggung virtual, kemudian mengoptimalisasi YouTube, Spotify,” ujarnya.
Ia mengakui bahwa semasa pandemi teman-teman seniman tradisional yang memang masih tradisional itu beralih menjadi jualan.
“Tapi pada akhirnya ada keluhan lagi bahwa tidak semua seniman berbakat dagang juga, jadi disatu sisi kita menemukan teman-teman yang beranggapan pandemi menjadi berkah karena bisa memanfaatkan teknologi, dan yang lainnya yang belum bisa memanfaatkan teknologi yang perlu didiskusikan lagi,” ujarnya.
Namun Paksi menyadari bahwa masa pandemi ini juga menjadi lahan baru dimana kreasi para seniman justru diuji dengan sebenar-benarnya.
(*/N1)