NYATANYA.COM, Bantul – Musyawarah besar (Mubes) Nahdliyin Nusantara yang diselenggarakan di Kampung Mataraman, Panggungharjo Sewon Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (28/1/2024) menghasilkan sembilan sikap Nahdliyin.
Mencermati perubahan-perubahan yang terjadi di jamiyah dan bangsa belakangan ini Mubes yang turut dihadiri Kyai Marzuki Kurdi, Kyai Abdul Azis, Kyai Abdul Muhaimin, KH Imam Aziz, dan Kyai Nurkholik Ridwan ini menghasilkan sembilan sikap Nahdliyin Nusantara.
Berikut ini 9 sikap Nahdliyin Nusantara ditinjau dari berbagai aspek keilmuan, dasar bersama khittah, AD ART, Qonun Asasi, dan Uswah-uswah dari para Masyayikh Nahdlatul Ulama:
- Memohon kepada semua unsur di dalam jamiyah NU, baik Nahdliyin, pengurus NU, dan politisi dari lingkungan NU, agar mentaati Khittah NU dan tidak melakukan pengkhianatan kepada para sesepuh dan para pendiri NU.
- Konbes dan Harlah hendaknya benar-benar dilaksanakan sesuai amanah AD RT NU sebagai kewajiban pengurus pada setiap periode, sebagai bentuk khidmah Jam’iyyah NU. Bukan menjadi alat mengorganisir dukungan kepada salah satu Paslon dalam Kontestasi Capres-Cawapres untuk pemilu 2024, sehingga Jamiyah membicarakan masalah-masalah penting dan mendasar yang diamanatkan pada pendiri dalam AD RT. Seperti Kemandirian Jamiyah, independensi ulama, diversifikasi generasi muda NU, pembenahan organisasi secara berkelanjutan dan lain-lain;
- Memohon kepada Pengurus NU di semua tingkatan untuk memberi kesempatan kepada semua calon capres-cawapres yang berkontestasi agar dapat menyampaikan visi misinya, dan tidak memihak kepada salah satu paslon sebagai amanah dari Khittah NU. Pemihakan kepada salah satu paslon yang dilakukan oleh Jamiyah Nu merupakan pelanggaran atas Khittah NU.
- Memohon kepada Pengurus NU agar mengembalikan kewibawaan para ulama dan kyai untuk tidak jatuh kepada maqam politisi-politisi dan politik praktis, sehingga para ulama di dalam jamiyah seyogyanya berkhidmah untuk kepentingan bangsa, umat dan Jamiyah untuk jangka panjang.
- Memohon kepada Pengurus NU untuk mengembalikan marwah Jamiyah di tengah berbagai benturan dan turbulensi politik. Sehingga sebagian pengurusnya dicokok oleh KPK dengan cara membersihkan struktur NU dari bisikan-bisikan Politisi pragmatis dan tidak terlalu dekat dengan figur-figur politisi pragmatis.
- Memohon kepada Pengurus NU agar tidak terjebak pada politik transaksional yang akan menghancurkan marwah dan nilai nilai keulamaan, dan sebaliknya mengedepankan politik keumatan, kebangsaan dan kerakyatan.
- Sesuai dengan prinsip politik atau asas politik ASWAJA, karakter kepemimpinan Jam’iyah NU adalah kepemimpinan keulamaan yang mengedepankan musyawarah dan mendengarkan poros-poros kyai-kyai di daerah. Kepemimpinan Jam’iyah NU adalah kepemimpinan partisipatif bukan kepemimpinan rezim dan perorangan yang dipaksakan sehingga setiap keputusan organisasi/jam’iyah seyogyanya diambil secara partisipatif dan terbuka dengan berpijak pada Khittah NU dan Qonun Asasi serta AD/ART.
- Kami memohon kepada semua elemen di dalam Nahdlatul Ulama untuk terbiasa dengan amaliah saling mengingatkan satu sama lain dalam rangka menegakkan kultur keterbukaan dalam perbedaan pendapat dan saling menghargai dengan sesama pengurus dan warga NU.
- Menyerukan kepada seluruh warga NU untuk menyalurkan aspirasi politiknya berdasarkan kebijakan hati nurani dan dilandasi oleh Khittah NU, Qonun Asasi, AD ART dan politik kemaslahatan aswaja an nahdliyah.
“Dengan memohon pertolongan Allah dan wasilah para pendiri NU, apa yang menjadi keprihatinan kami ini semoga dapat menggugah para Nahdliyin di seluruh Nusantara,” demikian disampaikan Tuan Guru Hasan Basri Marwa, Koordinator Mubes Nahdliyin Nusantara.
Mubes Nahdliyin Nusantara dihadiri sekira 380 orang dari berbagai wilayah di Jawa, Madura dan Luar Jawa. Hadir pula peserta dari PCINU Australia (3 orang), PCINU Sudan (1 orang), PCINU Amerika (1 orang), dan satu orang dari PCINU Jepang. (N1)