NYATANYA.COM, Bantul – Nanang Rakhmat Hidayat, S.Sn.,M.Sn., dosen Media Rekam Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang lebih beken disapa Nanang Garuda, boleh jadi salah seorang akademisi yang memiliki banyak talenta dalam melakukan serangkaian eksperimen karya seni.
Setelah berhasil dengan karya sejarah Lambang Negara Garuda Pancasila, Telur Garuda, Wayang Pancasila, Tokoh Gardala hingga Wayang Pulau.
Nanang Garuda kembali menggelar karya eksperimennya berupa Wayang Purba dan alat musik pengiringnya dalam pameran yang diberi tajuk Bahterasvara di Kafe Kopi Macan, Jalan Bugisan Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, 9 Oktober hingga 5 November 2022.
Dijelaskan Nanang, pameran ini merupakan bentuk respon dari serangkaian karya-karya instrumen entik yang dibuatnya sebagai pengiring pentas Wayang Purba. Dia menyebutnya sebagai pameran kriyaetnomusica.
“Alat musik etnik ini hadir setelah saya membuat 13 karakter Wayang Purba, ketika itu kesulitan mau menggunakan musik seperti apa sebagai pengiring pementasannya,” ucap Nanang sembari menunjukan sejumlah alat musik yang terkesan primitif dalam bentuknya.
Setidaknya ada sekitar 50 alat musik bergenre etnik yang di pajang Nanang di ruang pamer Caffe Kopi Macan. Selain alat musik petik berdawai senar dan string.
Ada juga alat musik tabuh berupa bedug mini berbahan kulit dan tetabuhan dari lempengan batu alam. Selain itu Nanang juga memanfaatkan berbagai limbah yang ada di lingkungannya seperti sejumlah toples kaca bertutup seng, misalnya.
“Ini mungkin seperti wayang golek tapi terbuat dari berbagai limbah yang sengaja saya manfaatkan untuk memberi kesan etnik juga lebih sederhana dalam pemanfaatannya,” tutur Nanang sembari memainkan sejumlah tokoh wayang yang dibikinnya memiliki karakter terkesan misterius.
Untuk mementaskan 13 karakter Wayang Purba, Nanang tidak memberikan nama kepada tokoh dalam karakter karyanya itu. Menurut dia nama tokoh dan karakter itu dapat disesuaikan dengan tema dan alur cerita.
Bahkan tokoh berwajah buruk dan terkesan jahat, begitu menurut Nanang bisa saja akan berperan sebagai kestaria yang baik hati. Pun sebaliknya karakter tokoh berwajah tampan dan halus, bisa menjadi pemeran tokoh jahat dan bengis.
“Dalam pementasan Wayang Purba ini antara instrumen musik dan lakon yang dibabar bisa saja merupakan perpaduan cerita masa lalu, saat ini bahkan masa depan. Sehingga cerita kehidupan dalam lakon Wayang Purba ini terus bisa berkembang,” ungkap Nanang yang juga sedang menyiapkan pementasan seusai pameran ini.
Konsep Bahterasvara menurut dia, adalah sebuah kapal yang bersuara. Penggambaran ini merupakan alat transpotasi yang menjadi jembatan atau menyambungkan untuk menggabungkan keberagaman etnik baik di cakupan Nusantara hingga dunia internasional.
Musik menurut Nanang adalah sarana untuk menyampaikan ide yang sangat universal dan mudah diterima oleh berbagai bangsa-bangsa.
“Dalam Bahterasvara yang berbetuk kapal ini setidaknya ada tujuh alat musik yang dapat dimainkan sekaligus dengan nada pentatonik berbagai entik dengan lebih menguatkan rasa dalam memainkannya,” pungkas Nanang.
(*/N3)