NYATANYA.COM, Karanganyar – Puluhan ribu kue apem ludes diperebutkan warga di puncak upacara adat Wahyu Kliyu di Jatipuro, Kamis sore (4/8/2023). Acara tahunan ini memiliki makna untuk menolak bala melalui sedekah apem.
Ngalap berkah Wahyu Kliyu digelar di halaman kantor Kecamatan Jatipuro usai makanan terbuat dari tepung beras itu dikirab oleh komunitas dan kelompok warga.
Terdapat 19 gunungan apem, dimana tiap gunungan terpasang 1.000-2.000 kue apem. Kue-kue itu dibuat oleh warga dusun, pedagang, pemerintah desa, hingga mahasiswa KKN.
Mereka juga membawa hasil bumi seperti buah dan sayur mayur. Lebih menarik lagi, rombongan kirab apem menyuguhkan kesenian rakyat dan musik tradisional seperti reog dan jatilan.
Ratusan warga berdesakan mengerumuni panggung agar mudah mengalap berkah. Mereka menggapai ke atas untuk menangkap apem yang disebar usai didoakan.
Kepala Desa Jatipuro Rakino, mengatakan, terdapat sekitar 20 ribu apem yang disebar dalan pelaksanaan upacara adat Wahyu Kliyu kali ini.
Rakino menuturkan, pelaksanaan Wahyu Kliyu digelar siang hari untuk menggaet minat masyarakat lebih luas.
“Wahyu kliyu biasanya dilaksanakan malam hari, tapi kalau saat itu yang ngalab berkah terbatas. Lha setelah ditambah diadakan siang hari, dari tahun kemarin sebelum korona, itu masyarakat antusias, dari daerah lain hadir, maksudnya supaya bisa lebih dikenal khalayak ramai,” katanya.
Rakino mengatakan tradisi tahunan masyarakat Jatipuro ini memiliki makna untuk menolak bala melalui sedekah apem.
Makna itu diambil dari cerita sejarah masalalu tentang masyarakat yang mencegah terjadinya wabah dengan melaksanakan upacara adat Wahyu Kliyu.
“Makna sebaran apem itu adalah permohonan kepada sang pencipta. Jaman dahulu ada pagebluk, kalo sekarang itu, Corona kemarin, tapi dulu itu pagebluk. Hanya dulu banyak orang sakit, bahkan esok loro sore mati, sore loro esok mati (pagi sakit, sore meninggal, atau sore sakit pagi meninggal),” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Karanganyar, Yoppi Eko Jatiwibowo mengatakan, upacara ini merupakan kali kedua dilaksanakan pasca Pendemi Covid 19.
Pada tahun 2022 lalu, pelaksanaan upacara adat Wahyu Kliyu hanya dilaksanaan dengan pagelaran wayang, namun di pelaksanaan tahun ini sudah mulai kembali normal.
“Ini sudah kedua kalinya digelar pasca pandemi. Tapi tahun kemarin kurang begitu meriah seperti ini, karena kemarin baru pertama, pasca pandemi. Nha ini sudah kembali meriah, dan ini merupakan salah satu kegiatan yang memang di fasilitasi oleh bupati, untuk dengan tujuan lestari terus,” ungkapnya. (*)