NYATANYA.COM, Yogyakarta – Pameran seni rupa bertajuk ArtsTen ‘Various Colors’ siap digelar di Melia Purosani Hotel Yogyakarta, 6 April 2024 hingga 30 Mei 2024.
Pameran yang dikuratori Dr. I Gede Arya Sucitra, M.A ini akan dibuka oleh mantan Bupati Bantul, Hj Sri Surya Widati, Sabtu (6/4).
Pameran ArtsTen ‘Various Colors’ diikuti sepuluh perupa, Alditya Rakasiwi, Budi Utomo (Mommi), Darmila Salam, Grace Tjondronimpuno, Harman Kunst, i Made Arya Dwita Dedok, Ida Ratnaningrum, Kartika Affandi, Soetikno Rahardjo, dan Wage eS.
Dalam tulisan kuratorialnya, I Gede Arya Sucitra menjelaskan ‘Various Colors’ sebagai tajuk pengikat dalam pameran seni rupa sepuluh seniman kontemporer, dengan keragaman visual dan karakteristik artistiknya, dimana lukisan tidak hanya menjadi media ekspresi estetika tetapi juga simbol dan makna yang mendalam.

Karya I Made Arya Dwita Dedok. (Istimewa)
“Setiap kanvas adalah cerminan dari pengayaan pemikiran dan harapan seniman, yang menghadirkan karakter bentuk karya seni yang unik dan penuh warna,” beber Sucitra.
Ditambahkan Sucitra, Pameran seni ini bukan sekadar ajang pamer keahlian, melainkan juga perayaan keberagaman yang terwujud dalam setiap goresan kuas.
Para seniman yang berpartisipasi membawa latar belakang dan pandangan dunia yang berbeda-beda, menciptakan sebuah jalinan pluralitas warna dalam tapestri multikultural yang kaya akan nuansa bentuk dan wawasan filosofis dari penciptaan seni.
Cakrawala keberagaman hidup dalam perbedaan ini tercermin dalam cara seniman menampilkan narasi seni rupa yang menggugah dan menyampaikan pesan yang lebih dalam dari sekadar estetika termasuk menginterpretasikan tema, memilih palet warna, dan ekspresi teknik.
“Lukisan-lukisan tersebut menjadi simbol dari penanaman nilai-nilai estetika maupun citra tradisi lokal yang mereka bawa, sekaligus menjadi media untuk mengomunikasikan pesan-pesan universal yang kontekstual tentang humanitas dan kehidupan budaya,” bebernya.
I Gede Arya Sucitra lantas mengambil contoh karya dua perupa yang ikut berpameran, I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno.

Karya Grace Tjondronimpuno. (Istimewa)
Dua perupa yang nota bene pasangan suami istri ini menunjukkan bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara berbagai latar belakang multikultural dan mempromosikan keharmonisan.
Seni, dalam berbagai bentuknya, telah lama diakui sebagai sarana komunikasi yang melampaui batas bahasa dan budaya.
I Made Arya Dwita Dedok, seorang seniman diaspora asal Bali, dikenal dengan karya-karyanya yang mengusung tema cinta, toleransi, dan multikulturalisme.
Karyanya tidak hanya mencerminkan keindahan estetis tetapi juga mengandung pesan edukasi dan refleksi kritik.
Misalnya, lukisan ‘Dragon of Happiness’ tentang semangat antusias toleransi menyambut datangnya tahun Naga seperti seekor naga mengeliat bergerak dengan penuh cinta kasih dan kebahagiaan ditengah multikultur kehidupan beragam etnis dan budaya Nusantara.
Sedangkan Grace Tjondronimpuno, sebagai seniman asal Magelang yang karya-karyanya terdaftar di ArtFacts, ia juga berkontribusi pada dialog seni multikultural.
Karya yang berjudul ‘Unity in Diversity’, baginya konsep dari budaya toleransi merupakan sarana untuk mewujudkan perdamaian di dunia.
Manusia diharapkan mampu meletakkan nilai kebersamaan, melampaui ego, agama, ras, etnis dan sekat-sekat nasionalisme.
Dengan demikian, narasi karya seni I Made Arya Dwita Dedok dan Grace Tjondronimpuno menawarkan lebih dari sekadar keindahan; mereka menawarkan wawasan, pendidikan, dan kesempatan untuk merenungkan nilai-nilai yang lebih besar dari kehidupan kita bersama.
Seni, dalam konteks ini, menjadi alat yang ampuh untuk mempromosikan pemahaman dan keharmonisan dalam masyarakat yang multikultural.
Ditegaskan I Gede Arya Sucitra, yang Dosen seni lukis FSR ISI Yogyakarta, pameran ArtsTen Various Colors adalah perayaan dari keberagaman pemikiran dan ekspresi seni.
Representasi lukisan dan kiasan narasi estetika para seniman ini mengajak kita untuk melihat dunia dari cakrawala yang berbeda, untuk menemukan makna yang lebih dalam dibalik bentuk dan warna, dan untuk menghargai bagaimana seni dapat menjadi jembatan antara individu dan pengalaman kolektif manusia.
“Ini adalah undangan untuk memasuki dunia yang lebih inklusif, di mana setiap bentuk dan warna membawa makna simbolik,” ujarnya.
Ditandaskan Sucitra, dengan demikian seni menjadi jembatan yang menghubungkan kita semua, tidak peduli seberapa jauh jarak atau seberapa besar perbedaan yang ada di antara kita. (N1)