NYATANYA.COM, Bantul – Dalam rangka menyambut Hari Ibu 22 Desember 2022, sebuah pameran lukisan digelar Museum Taman Tino Sidin bertajuk Pameran Lukisan Sulam Benang #2.
Pameran yang berlangsung hingga 31 Januari 2023 ini dibuka oleh Kadisbud Bantul, Nugroho Eko Setyanto, S.Sos. M.M.
Pameran seni dua dimensi dengan media benang, yang publik seni rupa kita menyebutnya dengan “Seni Serat”. Ini tergolong langka dilakukan para penggiat seni di Yogyakarta. Pameran diikuti ibu-ibu yang aktif berkarya seni sulam.
Di Yogyakarta sebenarnya pernah beberapa kali digelar pameran seni serat, tapi tidak spesifik dengan media benang saja.
Tetapi meliputi tekstile, batik, sulam, dan sejenisnya. Dan yang menjadi menarik untuk kita apresiasi bersama dari pameran kali ini adalah spesifik memilih benang sebagai media berkarya.
“Ini adalah pameran yang kedua kalinya. Pameran seni benang yang sebelumnya juga digelar di tempat yang sama pada tahun 2020 lalu,” ujar Yaksa Agus, penulis pameran ini.
Kali ini melalui Benang Lawe, mereka mengemas tema pameran ini dengan tajuk ‘Untaian Benang untuk Ibu’.
Dan yang lebih spesial lagi, pameran ini digelar sekaligus untuk memperingati Hari Ibu di tahun ini.
Benang, Kain, dan Ibu seolah-olah memang tidak bisa dipisahkan. Dimana benang adalah bagian dari kehidupan para ibu untuk merawat kehidupan keluarga.
Pada masa lalu, seorang perempuan semenjak gadis diwajibkan untuk bisa mengolah benang maupun hasil olahan benang, dengan cara membatik, menenun, menganyam, maupun merajut.
Seorang perempuan dianggap sempurna jika bisa mengolah benang itu dengan baik.
Benang ditemukan oleh manusia, sejak ditemukan ide ikat – mengikat. Kemudian berkembang dengan ditemukan cara mengolah serat-serat dari tumbuhan dan bulu binatang yang kemudian dipintal menjadi tali atau benang.
Hingga berkembang dengan dirajut, ditenun untuk menjadi kain dan hingga menjadi pakaian.
Benang, orang Jawa menyebutnya Lawe. Benang atau lawe adalah benda dunia kedua yang diperkenalkan kepada bayi yang lahir setelah air.
Ketika bayi yang baru lahir, maka tali pusar akan diikat kencang dengan benang lawe berwarna putih, dan pada bagian tali pusar yang diikat itulah yang kemudian setelah hari kelima atau ketujuh akan terlepas tali pusarnya.
Benang adalah adalah serat yang panjang digunakan untuk membuat kain, menjahit, crocheting, knitting, penenunan, hingga untuk media berkarya seni seperti menyulam, bordir, kristik dan lain sebagainya.
Hari ini benang tidak lagi dibuat dari bahan alami seperti sutra, wol, alpaca, katun, bambu, hemp, atau soy. Tetapi telah banyak dibuat dari fiber sintetik dan banyak pilihan warna.
“Sehingga tak sedikit seniman seni rupa memilih media benang dan textil fabrik digunakan untuk media berekspresi selayaknya media cat,” terang Yaksa.
Tentu saja dengan berbagai macam tehnik sesuai dengan kebutuhan ekspresi seninya. Ada yang dikolase/ditempel, dibordir, diikat, dan lain sebagainya.
Ada tujuh perupa perempuan yang terlibat dalam pameran ini: Eni Lestari, Budiati, Gina Lubis, Isti Sofiah, Naike Indiraini, Tanti Agus Setyani, dan Yulia Suhartati.
Mereka menunjukkan bahwa potensi seni serat sesungguhnya bisa dikembangkan, bahkan bisa dikembangkan lebih luas lagi.
Di tangan ibu-ibu ini kain dan benang tidak hanya melulu untuk kepentingan fungsional, tetapi bisa untuk mewadahi kegelisahan batin yang kemudian dituangkan menjadi sebuah karya seni seperti yang ditampilkan dalam pameran ini.
Benang diperlakukan sebagai media membuat garis dan warna yang mampu menghadirkan cita rasa yang artistik.
Nasib seni serat hari ini, tentu tidak banyak mendapat perhatian publik seni rupa kita, sebab pencitraan seni serat selalu tidak bisa lepas dari tekstil, yang menyebabkan seni serat tidak mudah terangkat.
Ditambah lagi banyak seniman yang berkarya dengan media serat, benang, maupun kain tidak berani dengan tegas mengatakan “Saya Seniman Serat“.
Untuk membuat seni serat, seperti yang para seniman pamerkan kali ini, tentu saja dibutuhkan tenaga ekstra, ketelatenan, keuletan, dan kesabaran.
Dan tentu saja juga pengalaman untuk membaca karakter benang, jarum, dan kain sebagai medianya.
Sehingga gambar-gambar yang dibuat di atas kain dengan media sulam tangan secara manual, hasilnya sesuai dengan ekspresi jiwa dan rasa.
Satu pesan dari pameran ini adalah, berkesenian semestinya seniman tidak harus terlalu larut dalam komersialisasi seni yang sedang mengalir deras.
Tetapi sebuah pameran yang digelar juga memberikan sebuah pemahaman dan pengetahuan.
(*/Aja)