NYATANYA.COM – Anwar Rosyid adalah figur seorang kakak yang ramah dan hangat dalam pengetian normal, kartunis angkatan tahun 80-an pasti mengenal gag kartun Rosyid.
Kartun-kartun tanpa kata Rosyid bertebaran dimuat di media papan atas ibu kota, bahkan sering muncul di majalah bulanan Intisari yang terkenal ketat memuat karya kartun menunjukan bahwa kartun-kartun Rosyid memiliki kualitas dan bobot tersendiri.
Sosoknya yang tampil dengan serius dan jarang senyum, bahkan ada yang merasa mendapatkan berkah tersendiri manakala dapat memergoki Rosyid tersenyum, bahkan tertawa lepas, ini sebuah kejadian yang sangat langka.
Kartun-kartun Rosyid lebih banyak plesetan, misal nampak duduk di antrian pasien penyakit kulit seorang dalang tertib menunggu giliran diperiksa sambil membawa wayang kulit.

Pada kartunnya yang lain nampak seekor onta yang memiliki beberapa punuk dan mirip onta “limosin” dengan beberapa penumpang, pada panel lain nampak seorang pemancing sedang membawa hasil pancingan berupa lukisan beberapa ekor ikan, duel maut ala koboi diadaptasi dengan muatan lokal.
Digambarkan dua orang yang memakai blangkon siap berduel saling membelakangi masing-masing menghunus keris, nampak juga seorang anak yang sedang diomeli menendang balon kata sehingga
hurufnya bertaburan.
Ide tersebut berlanjut dengan sekretaris yang terkejut saat mengetik melihat hurufnya saling berlompatan keluar dari kertas.
Begitulah kartun-kartun Rosyid yang mengolah bahasa gambar dengan cara diplesetkan, tidak jarang dahi harus berkerut dalam mengartikan kartun-kartun Rosyid.
Rekan kartunis Sudipurwono yang lebih dikenal sebagai NonO sampai harus menunggu 42 tahun untuk memahami arti salah satu kartun Rosyid yang memenangkan lomba kartun lingkungan hidup.
Sehingga tidak heran pada pameran kartun tunggalnya di Balai Budaya Jakarta, 23 -30 Januari 2023, sebagai penyelenggara pameran, Irjen. Pol. Prof. Dr. Chrysnanda Dwilaksana, M. Si memberi judul Telat Ngguyu ala Rosyid.

Pada acara pembukaan pameran tunggal kartunis Anwar Rosyid ini, saya dan beberapa kartunis sekomplek beda kamar, begitulah kami mendapat julukan dari Prof Chrysnanda mencoba mengulas
karya-karya kartun Rosyid yang jumlahnya ratusan, berwarna pula.
Berjajar rapi dalam bingkai yang nampak bukan lagi corak kartun, lebih mirip lukisan dan didominasi figur perempuan nude.
Saya, dan rekan kartunis sekomplek beda kamar, Gatot Eko, Sudipurwono ( Bung NonO), Ifoed, Joko Kisworo, satu rekan ilustrator senior Gerdi Wk (abah Gina dan Santini) sangat surprise dan tidak menyangka bahwa Rosyid begitu produktif.
Misteri apa yang membuat rekan kartunis ini begitu produktif?
Dimulailah misi Cracking Code pesan terkode seorang An Rosyid, masa sih, masa sih, atau apa yang membuat Rosyid begitu produktif, satu-satu kami pelototi dan kami kupas makna di balik lukisan itu, mengapa semua obyek lukisan ini wanita nude? Siapakah model wanita tersebut? Apakah setelah
dilukis model tersebut dinikahi? Dibayarkah model tersebut?

Sebagai seorang kartunis, pesan apa yang ingin disampaikan oleh Rosyid? kami tak bisa lagi tertawa, setelah hampir menyerah berdiskusi dan berdebat, kami sampai pada satu panel yang menggambarkan seorang wanita dengan rok model “baju kurung”.
Di mana di dalamnya memang terdapat beberapa ”burung”, misteri mulai sedikit terpecahkan, satu dua penel kemudian, kami menemukan “lukisan” seorang wanita yang membawa semacam ”tenongan” bakul khas Jogja di dalamnya nampak gambar tugu dan bunga, hampir bersamaan dari kami berteriak; Sarkem!
Terpecahkanlah sudah misteri model wanita nude dalam pameran ini.
Telat ngguyu beberapa menit, dan mengubah cara pandang kami terhadap karya-karya Rosyid, dari
pendekatan estetika dan budaya, kami gunakan cara pandang yang masuk akal, menggunakan
pendekatan psikologi.
Beruntung kami memiliki pakar sarubangetologi NonO dan Gatot Eko, memecahkan misteri pesan tersurat karya Rosyid berhasil kami pecahkan.
Sore itu juga kami terpaksa gelar perkara, mengadili Rosyid atau setidaknya menuntut konfirmasi pertanggungan jawab karya-karyanya dalam diskusi formal dengan moderator seorang profesor dan budayawan Doktor Chrysnanda melakukan sidang pengukuhan kepada rekan Rosyid atas karya-karyanya dan sekaligus memberi gelar kepadanya: Libidoremifasol.
Sebuah gelar yang maknanya akan sangat dirasakan manakala kita menatap lukisan-lukisan Anwar Rosyid yang seketika nampak memiliki judul, walau tidak tertulis, judul-judul yang muncul di antaranya: mandi kucing, anak takon bopo, jaran goyang, tak ada manuk ikanpun jadi, sesembahan botol susu untuk mami,
manukku sayang manukku malang, tidak ada manuk punukpun jadi, beberapa judul yang sebaiknya tidak disebutkan dalam komen kali ini.
Sepanjang sejarah mengunjungi pameran kartun dan lukisan, baru pada pameran kali ini saya merasa telat ngguyu, dan mersa mendapat berkah (lebih) dalam cara memandang sebuah karya, sebuah pendekatan psikologis yang perlu dilengkapi saat kita mengapresiasi sebuah pameran.
Mas Rosyid, matur nuwun atas semua ajarannya, atas sebuah petualangan batin bawah sadar yang begitu beragam dituturkan, selamat berpameran, dan biarlah misteri telat ngguyu ini kami bawa pulang, biarlah waktu yang berbicara sesuai dengan kapasitas intepretasi masing-masing. ***
Catatan Kartunis Itok Isdianto untuk pameran tunggal Anwar Rosyid