NYATANYA.COM, Yogyakarta – Salah satu masalah klasik pembangunan ekonomi Indonesia adalah masih tingginya kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah.
Selama ini pembangunan ekonomi hanya giat dilakukan di daerah dan desa-desa di Pulau Jawa (Jawa sentris). Akibatnya, kemajuan ekonomi daerah dan desa di Pulau Jawa lebih cepat dibanding daerah dan desa di luar Pulau Jawa.
Kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah inilah yang menyebabkan lemahnya pondasi ekonomi dan rendahnya daya saing ekonomi nasional.
“Ironisnya, otonomi daerah yang diharapkan mampu mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah dan desa, namun pada kenyataannya otonomi daerah belum mampu mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah dan desa di Indonesia,” ungkap Helena Tatcher Pakpahan.
Sarjana Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sumatera Utara (2002) dan Magister Penyuluhan Pembangunan dari Insititut Pertanian Bogor (2005) yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan doktoral Ilmu Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat di Universitas Sebelas Maret (UNS) telah menulis berbagai buku, antara lain: Percepatan Pembangunan Ekonomi Daerah dan Desa di Tengah Globalisasi dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2017, Penyuluhan Pertanian (2017), Manajemen Agribisnis (2019), dan Kamus Ekonomi Industri, Perdagangan dan Keuangan (2019).
Lebih lanjut dikatakan Helena, bahwa untuk mengatasi kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah dan desa di Indonesia maka pemerintahan Jokowi patut diapresiasi, karena telah mengubah arah pembangunan Indonesia, dari Jawa sentris menjadi Indonesia sentris, sebuah konsep pembangunan ekonomi Indonesia dari desa dan daerah, secara merata dan cepat di seluruh Indonesia.

Konsep pembangunan daerah dan desa ala Jokowi telah membuahkan hasil yang signifikan, ditandai dengan meningkatnya lapangan kerja, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah dan desa.
Kemudian pengarang buku Pembangunan Ekonomi Daerah dan Desa ini, bersama-sama dengan Yonge Liston Verwin Sihombing , meyakini bahwa pembangunan ekonomi daerah akan berhasil bila melibatkan semua stakeholder (pemerintah, dunia usaha, UKM, wiraswasta) dengan memanfaatkan seluruh potensi ekonomi daerah dan desa.
“Aparatur pemerintah daerah dan desa harus dengan sungguh-sungguh berupaya untuk mewujudkan pembangunan ekonomi bagi daerah dan desanya, utamanya pada saat penyusunan rencana pembangunan daerah dan desanya, bukan hanya sekedar menjalankan proyek ataupun menghabiskan anggaran,” terang Helena.
Sementara itu, Yonge Liston Verwin Sihombing, Penulis produktif yang lahir di Simalungun 10 Maret 1973 menambahkan, “Ada berbagai model pembangunan ekonomi daerah dan desa yang dapat digunakan, namun untuk menjalankannya diperlukan strategi jitu, yaitu strategi pengutamaan sektor usaha kecil dan menengah sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi daerah dan desa, dengan memanfaatkan segenap modal sosial,” papar tamatan S1 dari Fakultas Ekonomi Universitas Katolik St. Thomas Medan (1998) dan Magister Busines Administration dari Barkley University, USA (2002).
Dijelaskan Yonge, enterpreneurship harus ditumbuhkembangkan, termasuk di kalangan kaum perempuan, karena dengan tumbuhkembangnya enterpreneurship, maka lapangan kerja akan tumbuhkembang, penyerapan tenaga kerja akan semakin bertambah, pengangguran akan semakin berkurang, kemiskinan akan semakin berkurang, dan Indonesia akan semakin sejahtera, unggul dan maju.
Sejumlah buku yang sudah ditulis Yonge Liston Verwin Sihombing antara lain Manajemen APBD (2011), Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan UMKM (2012), Percepatan Pembangunan Ekonomi Daerah dan Desa di Tengah Globalisasi dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) (2017), Kamus Ekonomi: Industri, Perdagangan dan Keuangan (2019), Jokowinomics Menabur dan Menuai yang terbit 2019. (N1)