NYATANYA.COM, Bantul – Pertunjukan seni berbasis fotografi dengan judul “Silam Selam Sulam” digelar di Ada Sarang, komplek Sarang Building Ambarbinangun, Kasihan Bantul, akhir pekan lalu.
Ide pertunjukkan tersebut muncul berdasarkan gagasan seorang fotografer yang sudah lama malang melintang di dunia fotografi, Erwin Octavianto.
Suatu hal menggembirakan, ide ataupun gagasan pertunjukkan berbasis fotografi tersebut disambut oleh beberapa seniman seperti Asita Kaladewa (pantomimer), Ari Ersandi (penari), Babam (performer), dan Nunung Deni Puspitasari (teater).
Sejumlah pihak yang biasa mendukung dunia pertunjukkan pun antusias mendukung secara total seperti Jibna Settong (lighting).
Tak kalah penting didukung oleh Ada Panggung, sebuah program pementasan atau pertunjukkan rutin yang diadakan oleh Ada Sarang.
“Silam Selam Sulam merupakan pertunjukan berbasis fotografi yang mengambil unsur-unsur fotografi seperti pencahayaan, perspektif, dan komposisi sebagai dasar mencipta pertunjukan berkarakter,” ungkap Erwin Octavianto.
Sebagai penggagas pertunjukkan tersebut, Erwin mengakui para performer sangat antusias menerjemahkan unsur-unsur fotografi untuk dijadikan bahan pertunjukan.
Bagaimana unsur-unsur fotografi tersebut diterjemahkan melalui pemilihan kostum (warna dan bentuk).
Masih ditambah lagi tata letak lampu serta pengaturan cahaya dan blocking performer sebagai bagian dari komposisi. Unsur-unsur tersebut dirangkai dalam sebuah cerita, sehingga muncullah judul pementasan.
“Silam Selam Sulam diterjemahkan layaknya sebuah foto, untuk menyelami masa silam dan menyulamnya menjadi artefak hidup setiap personal yang ada,” bebernya.
Meski turun hujan, lanjut Erwin, pertunjukkan tetap berjalan alias tak mematahkan semangat perfomer untuk pentas dan hadirin antusias menonton dari awal sampai akhir.
“Pentas ini memang dikonsep dan disengaja untuk tetap bisa berjalan di bawah hujan, malah kami ingin hujannya deras. Agar permainan cahaya bisa lebih artistik,” tambah Ari Ersandi salah satu performer.
Dalam pertunjukan ini, para performer sama sekali tidak merubah setting taman sebelumnya, tapi menyesuaikan dengan ruang yang ada.
Bahkan benda-benda tambahan yang ada juga dipertimbangkan sesuai dengan lokasi seperti ranting daun dan lumpur.
Nunung Deni Puspitasari menambahkan, setiap ruang disengaja menjadi frame yang bisa diraih penonton, sehingga penonton dibebaskan untuk mengambil spot di mana pun.
“Hal ini juga menjadi tantangan bagi performer untuk bisa membagi ruang, sehingga bisa ditangkap dari berbagai perspektif,” jelasnya.
Salah satu pengelola Ada Sarang, Alang AS mengungkapkan, pertunjukan dengan latar belakang kondisi hujan mampu memberi nilai artistik tersendiri.
Penonton pun malah antusias untuk bisa mengabadikan pertunjukkan berbasis fotografi tersebut, baik lewat foto maupun video.
“Semoga kolaborasi fotografi, performer dan cahaya seperti ini mampu mengajak penonton untuk melihat fotografi dalam bentuk pertunjukan,” terangnya.
(N3)