NYATANYA.COM, Yogyakarta – Proses pengusulan peristiwa Serangan Umum 1 Maret menjadi Hari Besar Nasional oleh Pemda DIY terus dilakukan. Tak hanya sekedar menjadi hari penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, peristiwa ini juga menjadi pengingat pentingnya selalu memupuk semangat nasionalisme dan kebangsaan.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kebudayaan DIY, Dian Lakshmi Pratiwi saat menjadi narasumber Ngobrolin Jogja yang disiarkan melalui kanal YouTube Humas Jogja dengan mengangkat tema Pengusulan Serangan Umum 1 Maret Sebagai Hari Besar Nasional pada Selasa (30/11/2021).
Menurut Dian, cukup banyak nilai budaya yang terkandung dalam peristiwa melawan penjajah Belanda ini.
“Kalau bicara tentang nilai kebudayaan, Serangan Umum 1 Maret ini adalah salah satu peristiwa yang sebenarnya cukup banyak nilai-nilai budayanya, yakni nilai kebangsaan, gotong royong, tenggang rasa, toleransi, dan kerja sama. Pada dasarnya nilai perjuangan Serangan Umum 1 Maret ini bukan semata karena ingin menampilkan penokohan seseorang, tapi lebih kepada menyampaikan peran kolaborasi bersama antara pemerintah, TNI dan masyarakat yang luar biasa dalam perjuangan,” jelasnya.
Diungkapkan Dian, tugas dinas yang dipimpinnya itu ialah menjadi pengelola kebudayaan di DIY. Dan melalui bidang pembinaan dan pengembangan sejarah, bahasa, sastra dan permuseuman, pihaknya bertugas memfasilitasi komunitas-komunitas pegiat sejarah. Dari situlah muncul ide pengusulan ini.
“Dari ide itu lantas kami komunikasikan bersama, sehingga pada 2018 pengusulan ini dilakukan. Pengusul pertama murni dari Pemda DIY melalui kami. Kami juga telah mengkaji peristiwa ini, hingga kami pun punya keyakinan dan tujuan besar terkait pengusulan ini. Tidak hanya bagi DIY sendiri tapi juga untuk Indonesia,” imbuhnya.
Dian mengatakan, proses pengusulan kepada Presiden diawali pada Oktober 2018. Kemudian ada tindak lanjut dengan terbitnya surat rekomendasi dari Menteri Sekretaris Negara RI kepada Menteri Dalam Negeri RI untuk menelaah dan mengkaji sekaligus menjadi pemrakarsa usulan ini. Dan sejak 2019 Kementerian Dalam Negeri RI melakukan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan.
“Kami cukup terkendala di 2020 karena Covid-19, sehingga di 2021 kami memulai proses lagi. Kami diminta untuk menunjukkan sebuah kajian yang bisa menjelaskan urgensi hari ini (Serangan Umum 1 Maret) menjadi Hari Besar Nasional,” ungkapnya.
Dian menuturkan, selama proses menyiapkan naskah akademik dan pembahasan-pembahasan di tingkat kementerian, pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi pengusulan ini ke seluruh Indonesia secara masif. Tujuan utama pengusulan ini menjadi hal yang disebarluaskan oleh pihaknya. Tujuan tersebut di antaranya ialan untuk menghargai jasa para pahlawan yang telah berjuang.
“Namun, ada tujuan lain yang juga ingin kami wujudkan, yakni keinginan DIY berkontribusi terhadap nasional terkait bagaimana menumbuhkan serta memelihara semangat nasionalisme dan kebangsaan. Apalagi kondisi sekarang di zaman globalisasi kita sadar bahwa nilai nasionalisme dan kebangsaan itu yang perlu diperkuat,” paparnya.
Melalui pengakuan Hari Besar Nasional, Dian mengharapkan, peristiwa Serangan Umum 1 Maret dapat terus mengingatkan kembali pentingnya seluruh komponen bangsa untuk bersatu, merefleksi kembali, menyatakan kembali, dan melakukan kembali cita-cita awal memperjuangkan kemerdekaan.
“Tanggal ini bisa menjadi satu hari yang bisa diperingati bersama untuk kita menyadarkan kembali tentang hal-hal tersebut. Dan kita berharap ke depannya semua pihak bisa bergerak ke proses yang lebih baik, pola pikir maupun tindakan, sehingga menjadi jati diri Indonesia,” imbuhnya.
Dosen FIB UGM, Sri Margana mengatakan, peristiwa Serangan Umum 1 Maret pada dasarnya merupakan rangkaian dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya maupun sesudahnya. Rangkaian peristiwa ini dimulai dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 17 Agustus 1945, di mana Yogyakarta kemudian menyatakan diri bergabung dengan Republik Indonesia. Hingga peristiwa Agresi Militer Belanda II yang terjadi di Desember 1948 yang pada intinya ingin memporak-porandakan NKRI.
“Pada saat itu Belanda kemudian melakukan propaganda bahwa RI sudah habis, pemerintah Indonesia maupun militernya sudah tidak ada lagi. Sri Sultan Hamengku Buwono IX khawatir jika propaganda ini dipercaya oleh masyarakat dunia, maka perjuangan Indonesia akan sia-sia. Karena itu beliau mengambil inisiatif menghubungi Jenderal Sudirman sebagai pemimpin militer tertinggi yang saat itu sedang bergerilya untuk melakukan semacam serangan umum ke arah Kota Yogyakarta,” paparnya.
Margana menjelaskan, serangan ini bertujuan untuk membuktikan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada. Usulan inipun diterima oleh Jendral Sudirman dan meminta agar Sri Sultan Hamengku Buwono IX menghubungi perwira TNI yang saat itu bertanggung jawab di Kota Yogyakarta yakni Letkol Soeharto. Pada akhirnya disepakati serangan umum dilakukan pada tanggal 1 Maret 1949 di pagi hari, tepat saat sirine pukul 6 berbunyi.
“Usulan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang saat itu menjabat sebagai menteri di kabinet RI untuk melakukan serangan umum ini juga menjadi salah satu bukti konsistensi perjuangan beliau sekaligus menunjukkan peran penting Yogyakarta terhadap RI,” imbuhnya.
Menurut Margana, jika usulan ini disetujui, setiap 1 Maret nanti akan diperingati sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Alasannya, peristiwa Serangan Umum 1 Maret ini dilakukan debgan tujuan ingin menegakkan kembali kedaulatan RI yang sudah diproklamirkan sebelumnya.
“Relevansinya dengan kondisi Indonesia saat ini ialah banyak tantangan terhadap kedaulatan Indonesia sehingga kita perlu meneguhkan kembali dan memperkokoh kedaulatan bangsa ini,” ungkapnya.
(*/N1)