NYATANYA.COM, Yogyakarta – Sungai (kali) Code boleh dibilang sudah menjadi salah satu ikon Kota Yogyakarta. Tapi tahukah jika Kali Code yang melintasi kota Yogyakarta sendiri terdiri dari 3 sektor, yakni sektor utara, tengah dan selatan, dimana di masing-masing sektor terdapat kelompok pemerhati atau Pemerti Code.
Salah satu bantaran Code di sektor utara yang menjadi perhatian terletak di Jetisharjo, Jetis, Kota Yogyakarta. Hingga saat ini, kawasan Code Jetisharjo menjadi kampung wisata Code.
Pencapaian ini tak lepas dari peran Totok Pratopo, salah satu pegiat Pemerti Code di wilayah Jetisharjo, yang merupakan inisiator sekaligus penggerak dalam pengembangan kampung di bantaran Kali Code.
Sebut saja program Jelajah Kali Code, Sekolah Sungai, hingga program Pasar Minggon. Program tersebut digarapnya agar pengelolaan lingkungan khususnya di bantaran Code tetap lestari, hingga berdampak positif terhadap masyarakat sekitar.
Sebelum masa pandemi Covid-19, program Wisata Code di Jetisharjo cukup diminati wisatawan baik domestik maupun manca. Namun, saat pandemi ini hampir semua program harus ditunda, bahkan batal dilakukan.
“Kami telah merencanakan program Review Masterplan Pengembangan Code di perkotaan, yang bekerjasama dengan UKDW Yogyakarta, serta Housing Resource Center, namun semuanya harus off dulu karena pandemi ini,” ujar Totok Pratopo.

Salah satu program yang telah berjalan dan saat ini masih berjalan adalah kerjasama dengan Fakultas Teknik Kimia UGM yakni pembuatan alat pengolahan limbah portable bagi UMKM.
Beberapa UMKM khususnya kuliner telah memanfaatkan alat ini, sehingga limbah yang dibuang ke sungai sudah berupa air. Program ini sangat membantu khususnya untuk pencegahan pencemaran Kali Code.
Tak kehilangan ide, pegiat Pemerti Code ini berinisiatif membuat “Sejuta Bunga Kali Code” di masa pandemi ini. Penggalakan tanaman bunga dan tanaman obat-obatan dengan memanfaatkan ruang-ruang kosong di bantaran Code. Di sepanjang kiri kanan jalan setapak, tampak tanaman hias yang sangat cantik yang ditata dengan apik.
Selain untuk suplai oksigen dan kebutuhan dekorasi, tanaman hias tersebut juga dijual untuk menambah inkam masyarakat, yang saat ini sangat membutuhkan pemasukan, khususnya di saat PPKM. Penjualan selain secara online, warga kampung sekitar juga sering membeli saat melewati wilayah ini.
“Di kiri kanan sungai itu harusnya ada vegetasi, sehingga dapat menciptakan iklim mikro yang kondusif untuk perkembangan ekosistim, khususnya untuk ikan dan binatang lainnya,” papar Totok Pratopo.
Untuk mendukung tujuan tersebut, dibantu oleh pegiat Code lainnya, Pria yang pernah mendapat penghargaan Kalpataru (2015) ini, menutup tebing-tebing batu dengan aneka tanaman rambat hingga dapat meredam efek panas saat siang.
Tanaman ‘Air Mata Pengantin’ dipilih sebagai tanaman rambat pada tebing-tebing batu tersebut bukan tanpa alasan.
“Tanaman ini boleh dibilang sudah langka, dan kami ingin melestarikan jenis tanaman ini,” pungkas Totok Pratopo. (AgR)