NYATANYA.COM, Semarang – Sidang gugatan terhadap Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, atas Keputusan Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan Bendungan Bener di Purworejo oleh warga yang menolak dan tergabug dalam komunitas GEMPADEWA memasuki babak mendengar keterangan dari para saksi yang dihadirkan para tergugat.
Sidang yang dihelat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang, Senin (16/8/2021) dengan dipimpin oleh Roni Erry Saputro SH selaku Hakim Ketua.
Tergugat menghadirkan saksi 4 orang, masing-masing dari PUPR Lucky H Korah, Wasis (warga Wadas pendukung program pemerintah) dan Sabar, warga yang awalnya menolak kemudian secara kesadaran sendiri berbalik mendukung pembangunan proyek.
Dari keterangan para saksi, secara keseluruhan mengungkapkan dihadapan hakim fakta-fakta yang sesungguhnya atas beragam banyak konflik serta gejolak yang terjadi selama kurun waktu 2 tahun lebih di wilayah Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jateng.
Di muka persidangan, Sabar yang memiliki tanah pribadi seluas lebih dari 1.800 meter persegi merupakan salah satu yang tanahnya terdampak atas proyek nasional itu. Awalnya dengan tegas ia menolak untuk tanahnya dibebaskan dengan ganti untung. Ia pun bergabung bersama warga yang menolak lainnya dalam komunitas GEMPADEWA.
“Awalnya ketika ada sosialisasi bakal ada proyek nasional Bendungan Bener, belum punya keputusan dan langkah, apakah setuju atau tidak. Hanya saja, rekan-rekan dari GEMPADEWA memberikan wacana bahwa proyek tersebut merupakan proyek tambang yang tentunya berdampak merugikan masyarakat. Dengan penggalian akan timbul kerusakan alam, lingkungan sekaligus berdampak negataif terhadap ekonomi warga Wadas,” papar Sabar dihadapan hakim.
Seiring jalannya waktu, aksi-aksi warga yang tergabung dalam GEMPADEWA menurutnya terlalu jauh melenceng dari prinsip-prinsip kemanusiaan yang dipegangnya erat. Warga Desa Wadas yang diakuinya mayoritas mendukung mega proyek Bendungan Bener dilakukan tekanan,intimidasi, teror bahkan hingga ancaman. Warga yag tidak turut menolak program pemerintah dikucilkan. Warga yang menurunkan bendera atau spanduk GEMPADEWA diancam-ancam.
“Justru ketika saya yang kala itu masih bergabung bersama GEMPADEWA mencoba mengingatkan agar tidak melakukan tindakan-tindakan tersebut malah mendapat cacian, hujatan dan umpatan kalimat-kalimat kotor dari sesama rekan GEMPADEWA. Sejak itu saya bimbang dengan keberadaan komunitas tersebut,” lanjut Sabar.
“Kemudian ketika isteri saya menghadiri sosialisasi lanjutan terkait pembangunan proyek Bendungan Bener, barulah saya mengerti yang sesungguhnya misi dan visi pemerintah atas proyek itu. Bahwa semua yang disampaikan kepada saya dan warga yang selama ini menolak tidak mendukung bendungan itu tidak seperti yang dijelaskan dalam sosialisasi. Sehingga, kemudian saya bisa mengambil langkah dan keputusan untuk keluar dari GEMPADEWA dan mendukung penuh proyek ini,” urainya.
Sementara, Lembaga Bantuan Hukum Nyi Ageng Serang yang merupakan Tim Kuasa Hukum dari masyarakat Wadas pendukung proyek nasional menilai, dengan kesaksian Sabar tersebut diakui telah mementahkan hampir keseluruhan gugatan yang dilayangkan kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
“Bukan saja kesaksian dari Sabar. Namun ketiga saksi lainnya juga mampu menyampaikan bukti dan fakta atas beragam konflik yang terjadi di Wadas selama ini. Pertanyaan Hakim Ketua, Biro Hukum Propinsi Jateng maupun Jaksa dapat dipaparkan tanpa tedeng aling-aling oleh para saksi yang hadir. Sehingga, dari kesaksian mereka para saksi, dapat disimpulkan bahwa gugatan mereka telah termentahkan,” ungkap Krisna SH, salah satu tim kuasa hukum warga pendukung proyek Bendungan Bener. (N2)