NYATANYA.COM, Sleman – Tempe kedelai sudah lama dikenal warga sebagai salah satu bahan makanan memiliki nilai gizi tinggi, sehingga bermanfaat bagi kesehatan.
Sebagai contoh, tempe kedelai dapat sebagai sumber karbohidrat serta protein nabati yang dapat mendukung program diet penurunan berat badan serta sebagai antioksidan. Bahkan bisa membantu menghindarkan dari osteoporosis dan kanker.
Sedangkan hasil olahan tempe kedelai dengan cita rasa enak dan khas misalnya, tempe bacem, goreng (garit), sambal tempe, tumis tempe maupun dicampurkan bahan lain menjadi aneka jenis masakan.
Mengingat kebutuhan tempe di masyarakat tetap tinggi, memiliki nilai gizi serta menyehatkan, menjadi alasan tersendiri bagi pasangan suami-istri, Affandi dan Suparmi untuk meneruskan usaha orangtuanya dalam membuat tempe kedelai.
Menurut Suparmi, orangtuanya yakni Kardiwiyono (Alm.) mulai membuat tempe kedelai secara manual (tanpa bantuan alat bermesin) dan menggunakan bungkus daun pisang sejak 1977 silam. Ketika orangtuanya meninggal dunia, ia dan suaminya berusaha dapat meneruskan usaha pembuatan tempe kedelai tersebut sejak sekitar delapan tahun lalu. Tahapan pembuatannya pun tetap secara manual dan bungkusnya menggunakan daun pisang.
“Banyak pelanggan kami mengungkapkan tempe yang dibungkus daun pisang memiliki cita rasa dan aroma khas tersendiri dibanding yang dibungkus menggunakan plastik,” ungkap Parmi, baru-baru ini.
Dengan bungkus daun pisang, lanjutnya, akan lebih alami dan ramah lingkungan. Artinya pula bungkus tempe tersebut tak menambah permasalahan lingkungan, bahkan dapat dijadikan sebagai bahan membuat pupuk kompos.
“Bisa dibilang ini usaha rumahan, cukup kami kerjakan sendiri di rumah. Karena mencari tenaga kerja yang telaten dalam pembuatan tempe kedelai bungkus daun pisang juga tak mudah,” papar Affandi menambahkan.
Sedangkan tahapan membuat tempe kedelai dengan bungkus daun pisang, lanjut Affandi, yakni diawali dengan merendam biji kedelai selama dua jam. Setelah itu, kedelai direbus sampai mendidih.
Hasilnya, direndam lagi selama semalam lalu disusul proses menghilangkan kulit ari biji kedelai. Caranya ditempatkan pada ember besar dan diinjak-injak.
Selanjutnya, proses penyaringan agar diperoleh kedelai yang sudah bersih dan tanpa kulit ari. Lalu direbus lagi sampai mendidih, dan disusul proses mendinginkan (diangin-anginkan).
“Setelah benar-benar dingin diberi ragi tempe, sedikit saja dan diaduk-aduk atau dicampur sampai merata. Setelah itu mulai dibungkus menggunakan daun pisang,” terang Affandi.
Dua hari setelah pembungkusan, proses fermentasi sudah cukup atau tempe kedelai sudah dapat diolah/dijadikan aneka jenis masakan. Ketika belum diolah bisa juga disimpan dalam kulkas.
Affandi yang tinggal di kawasan Semingin Moyudan Sleman ini menambahkan, untuk memperoleh kedelai kualitas bagus, pihaknya rutin disetori oleh pengepul kedelai asal Yogya.
Suatu hal disyukuri pula, sebagian pelanggan ada yang biasa mengirim tempe kedelai ke sanak-saudaranya yang tinggal di luar daerah maupun luar negeri.
“Kemajuan teknologi termasuk soal pengiriman barang ikut mendukung penyebarluasan aneka produk dari UMKM. Tempe kedelai pun bisa dikirim sampai luar negeri,” tambahnya. (*)