NYATANYA.COM, Yogyakarta – Film dokumenter “Bara” (The Flame) produksi bersama Abimata Group, Cineria Film, RIM Cine Makassar dan Aljazeera Documentary Channel mulai diputar di Yogyakarta.
Film ini tayang secara eksklusif di Jogja NETPAC Asian Film Festival 2021 (JAFF) pada 28 dan 29 November dan di Empire XXI Yogyakarta.
Kehadiran film dokumenter The Flame di JAFF dapat mempertemukan kembali film dengan penontonnya secara langsung mulai dari para sineas film di Indonesia hingga Asia.
“Dalam film ini menceritakan kisah perjuangan Iber Djamal (77) sebagai penduduk asli Kalimantan yang mempertaruhkan sepanjang hidupnya untuk mendapatkan hak waris hutan adat,” ujar Sutradara Arfan Sabran didampingi produser Gita Fara kepada wartawan disela-sela persiapan pemutaran film, Minggu (28/11/2021).
Cerita film tersebut memaparkan isu krisis iklim dan lingkungan hidup yang telah menjadi permasalahan besar di negeri ini. Untuk mengenalkan ke masyarakat ke masyarakat luas, film ini akan mengunjungi berbagai kota di Indonesia untuk mengkampanyekan kepada masyarakat agar turut serta dalam upaya melindungi lingkungan hutan adat di Indonesia yakni DKI Jakarta, DIY, Makassar dan Palangkaraya.
Selain itu, film dokumenter The Flame akan menyapa secara virtual daerah-daerah yang tidak terjangkau bioskop melalui pemutaran film dan diskusi yang mendalam.
“Kami bangga dapat membawa film The Flame ke hadapan para penonton secara langsung melalui Jogja NETPAC Asian Film Festival 2021. Film The Flame bukan hanya bertujuan menyuarakan kisah tentang perjuangan pelestarian hutan adat di hadapan penonton Indonesia, tetapi juga bisa ditonton oleh para pegiat film di Asia,” terang Arfan.
Untuk itu ia berharap ke depan film ini dapat diterima dengan baik oleh para penggemar film dokumenter dan problematika perlindungan tanah adat yang layak mendapat perhatian. Mewakili The Flame, Arfan sangat senang film ini menjadi bagian dari JAFF ke-16 dan bisa dinikmati oleh para penggemar film.
“Saya berharap dengan adanya penayangan film The Flame di JAFF dapat membantu mempercepat dan memperluas edukasi yang akan kami lakukan di berbagai wilayah Indonesia terkait isu lingkungan hidup terutama hutan adat yang kian punah,” imbuhnya.
Sementara Produser Gita Fara menambahkan, selain memutar film juga akan diadakan sesi diskusi film. “Diskusi film ini diharapkan dapat menjadi salah satu jembatan yang menghubungkan tujuan kami untuk mengangkat isu krisis iklim dan deforestasi hutan adat,” tegas Gita.
The Flame menceritakan seorang kakek, Iber Djamal yang merupakan bagian dari sebuah masyarakat adat di Kalimantan. Ia menggunakan sisa hidupnya untuk meyelamatkan hutan adat terakhir di desanya.
Pulau Barasak merupakan kawasan hutan terakhir di Desa Pilang Kalimantan Tengah setelah yang lainnya mengalami kebakaran dan diprivatisasi beberapa perusahaan.
Iber mencoba menempuh jalan legal terbaik untuk melindungi hutan dengan berupaya mendapatkan sertifikat hutan adat yang sah untuk sisa hutan di wilayahnya. Namun keluarga dan masyarakat desanya pikir, ia terlalu tua untuk melawan.
(*/N1)