NYATANYA.COM, Bantul – Mengangkat tema lokal dengan pendekatan historis lokalitas yang demikian kental pada keberadaan sebuah wilayah, Kasongan menjadi sumber inspirasi bersama untuk berkarya.
Kemudian diangkatlah “Song” sebagai tema besar untuk mewujudkan karya tujuh perupa ini dalam sebuah pameran bersama.
Mereka adalah Adhik Kristiantoro, Giring Prihatyasono,Harun, Heru Siswanto, Hono Sun, Iskandar Sy dan Yaksa Agus, dalam “Song Art Exhibition” yang berlangsung sejak 2 Juli hingga 3 Agustus di Joning Art Space Area Sawah, Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Bantul.
Sebagaimana diungkap penggagas sekaligus owner Joning Art Space Heru Siswanto, pameran kali ketiga yang selalu mengusung tema tentang lingkungan sekitar Kasongan merupakan komitmen untuk mendekatkan masyarakat Kasongan dan sekitarnya pada semangat berkarya serta reaktualisasi kembali sejarah Kasongan masa lampau hingga saat ini yang menjadi pusat kegiatan berkarya Terakota atau gerabah.
“Menurut sejarahnya kerajinan gerabah awalnya merupakan bentuk perlawanan masyarakat melawan penindasan asing (Belanda) yang dipimpin oleh Kiai Abdurrauf atau orang mengenal dengan panggilan Kiai Song. Karena Belanda selalu merampas hasil panen para petani dan rakyat di wilayah ini semasa perang Jawa atau Pangeran Diponegoro berlangsung,” urai Heru di sela acara pameran, Sabtu (2/7/2022) malam.
Hal yang sama juga diungkap Dr. Timboel Raharjo yang membuka pameran ini. Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Seni Murni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini mengungkap, Kiai Song adalah orang yang kali pertama mengajarkan pembuatan gerabah kepada masyarakat di sekitar Kasongan.
Kiai Song juga yang mengajak penduduk di wilayah ini untuk meninggalkan pekerjaan sebagai petani.
Hal ini dilakukan karena setiap kali panen hasilnya selalu dijarah dan dirampas untuk kebutuhan pangan pihak Belanda.
“Ini sekaligus bentuk perlawanan meski tanpa menggunakan senjata, tetapi justru menjadi kekuatan dalam menghadapi penjajahan. Ternyata perlawanan ini membawa perkembangan dari masa ke masa hingga Kasongan menjadi pusat kerajinan gerabah dikenal secara nasional. Kata Kasongan sendiri awalnya adalah penyebutan tempat Kiai Song bermukim,” urai Timboel yang mengaku lahir dan besar serta mukim di Kawasan Kasongan.
Sangat menarik untuk dicermati, begitu tulis Janu PU dalam tulisan pengantarnya pada pameran ini, yang menyebutkan Song apa yang dilakukan Kiai Song adalah sebuah keberanian tindakan dalam menyuarakan semangat atau spirit untuk menampilkan kekuatan.
Dan semangat itulah yang kemudian ingin kembali dihadirkan dalam pameran ini.
“Dalam makna lain Song juga bermakna lagu, sehingga tema pameran Song untuk mewakili dua hal itu. Kiai Song berjuang secara lokal namun menunjuka kecerdasan berpikir dn bertindak,” urai Janu PU.
Ketujuh Perupa yang menggelar pameran masing-masing dua karyan ini, merupakan para kreator seni muda yang memiliki potensi cemerlang di kemudian hari.
Ini tampak dari kecerdasan masing-masing pribadi dalam berkarya dengan menjabarkan kata Song itu sendiri ke dalam tema karya mereka.
Dari tema kata Song kemudian digarap menjadi empat belas karya menarik dan patut mendapatkan apresiasi bersama sebagai ruang oase pemaknaan lokal kesejarahan yang kemudian mengglobal sebagai makna sebuah lagu.
(N3)