NYATANYA.COM, Yogyakarta – Sebuah film dokumenter berjudul YK48 bulan ini, tepatnya 6 September 2021 lalu, mulai melaksanakan syuting hari pertamanya di kawasan Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Film ini mencoba melakukan eksplorasi sejarah film Indonesia di Yogyakarta. Sejak hadirnya Kine Drama Institut di tahun 1947, lahirnya berbagai festival film di Yogyakarta yang diselenggarakan berbagai pihak, hingga munculnya kecenderungan para pembuat film yang menjadikan Yogyakarta sebagai “studio terbuka”, di mana syuting film dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik ruang daerah ini.
“Pertanyaannya kemudian, setelah kemeriahan ini apa yang tersisa? Adakah regenerasi? Adakah jaminan film Yogyakarta masih akan meriah hingga 10 tahun mendatang? Hingga pertanyaan besarnya: Sebagai produk kebudayaan, apa sih ‘Film Jogja’ itu?” ungkap Kiki Pea, sutradara film YK48 dalam rilis yang diterima nyatanya.com, Jumat (17/9/2021).
Film YK48 diproduksi oleh PEHAGENGSI, sebuah rumah produksi asal Yogyakarta, yang telah memiliki beberapa catatan pencapaian, seperti Winner Regional Indonesia 21st DigiCon Hong Kong 2019, Bulan Film Nasional 2020, dan yang terbaru adalah dirilisnya tiga film pendek di GoPlay pada tahun ini.
Menurut Produser film YK48, Rifqi Mansur Maya, “Yogyakarta adalah salah satu titik tolak sejarah perfilman di Indonesia. Melalui film YK48 diharapkan kita bisa saling menghargai dan menghidupi sejarah kota kita masing-masing.”
Agar memiliki informasi dan data yang kuat, sejak Mei 2020 riset untuk keperluan film ini dilaksanakan secara mandiri oleh Kiki Pea, Rifqi Mansur Maya, dan Umi Lestari.
Pada Juli 2020, karena kesibukan menjadi pengajar di sebuah PTS, Umi Lestari mengundurkan diri dan dilanjutkan oleh Manshur Zikri dari Milisi Film.
“Yang menjadi PR dalam riset film ini ialah menemukan metode pembacaan yang paling pas terhadap perkembangan film Yogyakarta dari sudut pandang sineas generasi mutakhir. Gap pengetahuan tentang sejarah film di generasi muda menjadi tantangan tersendiri yang coba disiasati dengan menghadirkan film YK48,” papar Manshur Zikri.
Film YK48 diharapkan dapat memberikan tawaran baru pemaparan dan pemaknaan sejarah film di Yogyakarta. Selain itu juga sebagai salah satu cara agar film Yogyakarta dapat juga melebur dan jadi primadona di masyarakat. Seperti halnya musik Yogyakarta yang hingga saat ini sangat dekat, bahkan membentuk cara bersikap masyarakat. (Aja)